Bagian 10

1.3K 73 1
                                    

Arion bernafas lega ketika seorang dokter muda dengan jas warna putih itu keluar dari dalam kamar tempat dimana Divia berada. Dibelakangnya seorang perawat dengan baju warna hijau muda tampak mengikuti sang dokter tersebut. Melihat wajah Arion yang tegang, dokter itu tersenyum.

"Tenang, dia tidak apa-apa. Sepertinya hanya stres dan kurang gizi saja." Komentar dokter itu sebelum Arion menanyakan apapun. Kelihatannya sang dokter tahu apa yang Arion pikirkan.

Arion mengulas senyum.

"Terimakasih dokter. Saya tadi sangat cemas." Jawabnya.

"Kami sudah pasang iv line untuk memasukkan cairan infus dan obat. Saat ini pasien sedang tertidur, jika sudah bangun nanti dan kondisinya sudah membaik, pasien sudah diperbolehkan pulang."

"Kalau begitu saya bisa masuk dok?"

Dokter itu mengangguk.

"Tidak apa-apa. Tunggu saja di dalam." Jawab dokter itu sambil menepuk pundak Arion kemudian berlalu pergi.

Arion berjalan tenang menuju kamar Divia yang bersekat gorden tertutup berwarna biru. Ruangan itu memang tidak terlalu besar, dan bahkan dalam satu ruangan terdpat 3 bed untuk pasien. Memang tempat dimana Divia dirawat saat ini hanyalah sebuah klinik kecil. Dan untung saja tidak ada pasien selain Divia, jadi suasanya sangat tenang.

Arion menghela nafas sesaat ketika melihat wajah Divia yang tertidur pulas di ranjang. Wajah itu tampak tenang dan pulas. Mungkin dari beberapa hari yang lalu, saat inilah waktu dimana Divia bisa tertidur dan bermimpi. Arion memandangi infus berwarna pink yang tergantung di sisi ranjang Divia dan mengalir lewat selang yang terhubung dengan vena tangan kanan cewek itu.

Arion tersenyum kecil, wajah itu begitu dirindukannya selama ini.

Cukup lama juga Arion duduk disebuah kursi plastik di samping Divia. Dengan leluasa memandangi wajah cantik itu yang tampak lemah. Semakin Arion memandang wajah itu, semakin Arion yakin bahwa rasa yang selama ini terkubur dalam di hatinya mulai bersemi lagi.

***

Divia mengerjapkan matanya pelan. Badannya terasa sangat segar dan migrain yang menyiksanya sudah membaik. Cewek itu tertidur pulas, dan bahkan sempat bermimpi. Namun, ketika bangun ia sedikit linglung. Ruangan tempatnya tidur sangat asing. Bahkan bau obat mulai menguar di balik hidungnya. Yang ia ingat bahwa beberapa saat yang lalu ia sedang makan bersama Arion. Namun, tempat apa ini? Dimana cowok itu sekarang? Kenapa justru ada Tiwi dan Amel yang kini menunggunya?

"Eh, loe udah bangun?" Amel menutup majalah yang dibacanya ketika melihat Divia bergerak. Tiwi yang duduk agak jauh dari mereka berdua mengangkat wajah dan berjalan mendekati Divia dan Amel.

"Gimana keadaan loe?" Tanya Tiwi kemudian.

Divia tidak segera menjawab, diangkatnya posisinya menjadi setengah duduk. Dia masih penasaran dengan apa yang terjadi selama dia tertidur.

"Gue dimana?"

"Loe di klinik Vi. Tadi Arion yang membawa loe kemari." Jawab Tiwi.

"Loe masih sakit?" Lanjutnya.

"Gue udah baikan kok." Jawabnya mengerjapkan mata. Sedikit-demi sedikit ia mulai mengingat kejadian tadi siang, saat Arion mengangkat tubuhnya dan membawanya dengan tergesa masuk ke dalam mobil.

"Syukurlah, gue tadi panik banget waktu Arion telepon kalau loe berada di klinik." Amel mengelus tangan Divia.

"Iya, gue juga mikir macem-macem Vi!" Timpal Tiwi.

"Enngg.....lha sekarang Arion dimana?" Tanya Divia kemudian, saat tidak dilihatnya batang hidung cowok itu disegala penjuru ruangan.

"Dia pergi waktu kami datang. Katanya dia harus kuliah." Jawab Amel lugas.

Divia melirik Tiwi yang berdiri di samping Amel, cewek itu mengangguk, mengisyaratkan bahwa apa yang dikatakan Amel itu benar.

"Memang ini jam berapa sih?" Tanya Divia kemudian.

"Jam empat sore." Jawab Amel enteng.

"Apa?! Jam empat?"

Tiwi dan Amel saling pandang kemudian mengangguk.

"Iya!" Jawab mereka serempak.

"Jadi gue tidur disini seharian?"

Tiwi dan Amel kembali mengangguk bersamaan.

"Astaga!" Pekik Divia menepuk jidatnya dengan keras.

"Terus gue absen dong seharian?" Tanyanya kecewa menggoyang-goyangkan jaket yang dipakai Amel.

Amel menggeleng cepat.

"Tenang aja, gue udah bilang sama dosen kalau loe sakit trus ijin menyusul!" Dia mengacungkan jempolnya.

Reuni Sang Mantan (COMPLETE)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang