Bagian 25

1.5K 73 0
                                    

Suara pertandingan basket antar fakultas yang meriah sama sekali tidak membuat perasaan Arion terhibur. Meskipun disana sini suara riuh para mahasiswa saling menyemangati tim perwakilan mereka masing-masing, namun sekali lagi Arion tidak terpengaruh.

"Ar, dipanggil tuh..." Danisa cewek yang sejak tadi riuh disampingnya menyenggol bahu cowok itu.

Arion menoleh. Apa karena ia melamun, jadi ia sama sekali tidak mendengar ada suara memanggilnya, atau karena riuhnya para menonton sehingga membuat pendengarannya terganggu?

"Siapa?" Tanyanya kemudian.

Danisa mengedik dengan dagunya.

Arion menoleh, beberapa baris darinya tampak Amel berdiri memandangnya dengan senyum tipis. Cowok itu menghela nafas, entah kenapa sejak kejadian waktu itu, perasaannya berubah menjadi benci kepada Amel. Namun karena sepertinya cewek itu ingin mengatakan sesuatu, mau tidak mau Arion berangsur dari duduknya dan berjalan mendekati Amel.

"Ada perlu apa?" Tanya Arion dingin.

Amel menahan nafas. Tatapan dan suaradingin Arion membuat jantungnya seakan berhenti berdetak dan menyakitkan, namun ia memang harus menerima itu semua.

"Gue pengen ngomong." Jawab Amel jelas kemudian berjalan menjauhi keriuhan itu agar sedikit mendapatkan ketenangan.

Arion mengangkat bahu, mengikuti langkah cewek itu dari belakang tanpa mengatakan apa-apa.

"Loe mau ngomong apa?" Tanya Arion sekali lagi ketika dirinya dan Amel saling berhadapan. Mereka kini sudah menepi, meskipun suara teriakan penonton pertandingan masih ramai bersahut-sahutan, namun tidak sejelas tadi.

Amel hening sejenak. Mengambil nafas dalam untuk membulatkan tekadnya.

"Gue mau minta maaf." Jawabnya tegas. "Untuk kesalahan gue dan karena gue, loe sama Divia berpisah."

Arion tidak menjawab.

"Gue tau gue salah, gue tau semua ini gara-gara gue dan gue menyesal."

"Gue nggak pernah menyalahkan loe karean suka sama gue, karena itu bukanlah hal yang bisa loe tahan atau loe hindari. Tapi gue menyalahkan sikap loe yang kekanakan. Apa harus sampai mencoba bunuh diri dan membuat sahabat loe tersiksa dan measa bersalah seperti itu?" suara Arion terdengar tegas. Dia ingin mengeluarkan semua perasaan yang dipendamnya selama ini.

Amel menunduk. Matanya berkaca-kaca.

"Maka dari itu gue menyesal, gue pengen menebus kesalahan gue. Gue pengen kalian besama lagi."

Arion menggeleng.

"Percuma Mel, harus dengan cara apa lagi? Rasa bersalahnya sama loe membuat dia menutup hati buat gue!"

"Gue mau pindah ke Surabaya!" Potong Amel cepat.

Arion hening. Alisnya mengkerut, tanda dia tidak percaya dengan apa yang baru saja di dengarnya.

"Gue tahu semuanya terlambat. Tapi gue rasa, lebih baik terlambat daripada tidak sama sekali. Dia mencintai loe, dan loe juga mencintai dia. Gue rasa sebagai seorang cowok, loe juga tidak bisa menyerah sebegitu cepat dengan cinta sejati loe!"

"Mel.......!"

"Loe cinta kan sama dia? Percaya sama gue kalau Divia juga tersiksa dengan keputusannya tersebut."

Arion menunduk. Dia tahu jika Divia juga tersiksa, namun apa benar gadis itu tetap akan membuka pinta hatinya jika ia kembali datang?

"Tapi....apakah loe memang harus pergi?" Tanyanya kemudian, melunak.

Amel mengangguk mantap.

"Gue nggak bisa melupakan loe, jika gue masih terus disini." Jawabnya samar.

***

Reuni Sang Mantan (COMPLETE)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang