Bagian 22

1K 58 0
                                    

Kondisi Amel pulih dengan cepat setelah ia kembali siuman. Bahkan setelah dipindahkan ke bangsal biasa, cewek itu sudah diperbolehkan pulang dalam waktu dekat. Divia masih terus berada di sisi Amel, rasa bersalah yang terus membayanginya membuatnya tidak bisa berhenti untuk menjaga sahabatnya itu. Itulah yang akan dilakukannya entah sampai kapanpun, menembus kesalah yang dibuatnya.

Sejak amel sadar, ia tak pernah menanyakan Arion di depan Divia. Seolah tidak pernah terjadi apa-apa sebelumnya. Seolah penyebab dirinya terbaring dirumah sakit adalah perkara lain, bukan karena niatannya untuk mengakhiri hidup.

"Lho, kok berkemas?" Tanya Divia ketika dia baru saja membuka pintu kamar Amel. Bi warni tampak memasukkan beberapa pakaian dan barang-barang lainnya kedalam sebuah tas.

"Gue udah boleh pulang Vi...." Amel membuka lengannya, bermaksud ingin memeluk Divia.

Divia tertawa sumringah, di pelukanya Amel dengan erat.

"Gue seneng banget Mel....!" Divia melepaskan pelukannya.

"Apalagi gue! Gue udah pengen kuliah lagi!"

Divia tertawa kemudian berjalan mendekati bi Warni dan membantu wanita separuh baya itu untuk berkemas.

"Loe mau makan apa Vi?" tanya Amel kemudian, tangannya sibuk memainkan handphone yang dipegangnya.

"Makan?"

Amel mengangguk.

"Nggak usah, loe harus pulang terus istirahat!"

Amel merengut.

"Vi, loe pikir gue berada disini lebih dari 2 minggu itu ngapain? Gue capek lihat kasur, bantal, dan gorden setiap hari. Gue pengen menghriup udara segar, makan makanan yang gue suka dan bermain sepuasnya sama loe!"

Divia tertawa.

"Lagian, gue pengen loe makan banyak. Tuh lihat badan loe udah kayak belalang!" Lanjut Amel kemudian.

"Itu karena non Divia kebanyakan begadang nungguin non Amel." Timpal Bi Warni yang sejak tadi diam.

"Nah, maka dari itu kita makan enak dulu sebelum pulang Vi. Ya.... ya.....?"

Divia tersenyum kecil kmudian mengangguk. Meng-iya-kan keinginan Amel dan membuat cewek itu tersenyum adalah tugasnya.

"Baiklah. Kita makan dulu!" jawabnya lugas, diiringi suara tawa renyah yang keluar dari mulut Amel.

***

Amel memarkir honda Jazz merahnya di parkiran kampus. Ini hari pertamanya setelah hampir satu bulan dia absen mengikuti perkuliahan. Ada sediki trasa canggung dalam diri Amel ketika pertama kali keluar dari mobilnya. Itu karena beberapa pasang mata memperhatikannya kemudian mulai berbisik satu sama lain.

Cewek itu menghela nafas, ia memang sudah menduga akan terjadi hal seperti ini. Dan ia sudah mempersiapkan hatinya untuk menerima gunjingan itu serta..... mempersiapkan hatinya untuk bertemu Arion.

Setelah sadar, ia memang sama sekali tidak menayakan kabar cowok itu kepada Divia. Sebenarnya ia teramat rindu, dan juga teramat sakit hati. Apalagi ketika malam itu, ia melihatnya sendiri bagaimana mata Arion dan Divia saling menatap. Penuh dengan cinta. Awalnya, ia masih ingin menjadi Amel yang keras dan memutuskan semua hubungannya dengan Divia, tapi setelah mendengar dari Bi Warni bagaimana perjuangan Divia dan bagaimana Divia bersikeras untuk mendonorkan darahnya saat ia tak sadarkan diri membuatnya berfikir ulang. Bahwa ia memang harus mengikhlaskan semuanya untuk Divia, dan memendam perasaannya untuk Arion. Tapi bagaimana lagi, ia benar-benar tidak sanggup harus menanyakan kabar cowok itu pada Divia. Amel berharap Divia yang akan membuka suara tentang hubungan mereka, tapi nyatanya saat dirinya sadar hingga sekarang, Divia tidak pernah sekalipun menyebut nama cowok itu didepannya.

Amel tersenyum simpul ketika dilihatnya Divia tengah berjalan sendirian beberapa meter di depannya. Cewek itu hendak mengejar Divia dan memberinya kejutan bahwa ia sudah kembali namun langkahnya urung sejenak. Dari arah yang lain, tampak Arion berjalan menuju ke arah Divia.

Amel menahan nafas. Jantungnya seakan berhenti ketika melihat sosok yang begitu dicintainya tersebut. Cewek itu berdiam diri beberapa saat, melihat dari jauh bagaimana kedua pasangan yang sedang jatuh cinta itu akan bertegur sapa.

Namun, aneh! Divia dan Arion saling melewati tanpa berkata apapun. Bahkan mereka tidak saling memandang layaknya orang yang tidak saling mengenal. Amel mengeryitkan keningnya. Pasti ada sesuatu diantara mereka, dan Amel merasa itu karena dia.

***

Reuni Sang Mantan (COMPLETE)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang