[8] Teror lagi?

9.4K 1.4K 259
                                    

Tidak ada yang tahu apa penyebab satu persatu teman mereka mati, Jeongin sendiri tidak habis fikir siapa dalang di balik semua ini.

Felix menghampiri Jeongin yang menyendiri di teras rumah,
"Ngin, masuk dah malem."

Jeongin menggeleng,
"Gak lah, gua masih mau di sini, di dalem sepi."

"Di sini juga sepi, kambing!" Felix kini duduk di sampingnya.

"Lix, kenapa temen kita mati gak wajar?" Jeongin merebahkan tubuhnya di lataran yang kini di duduki.

Felix menekuk kedua kakinya dan menatap kosong kedua kakinya.

"Lix,"

Felix masih bergeming tanpa kata, ia sibuk dengan pikirannya.

"Felix?"

Felix mengerejap sadar dari lamunannya, ia menghela nafas panjang, terlalu berat menerima kenyataan.

"Gua gak tau Ngin,"

Jeongin mengerenyit melihat Felix yang mendadak gelisah.
"Lo kenapa? Cerita aja si,"

Felix menggeleng cepat, pria berambut blonde itu menggusar wajahnya kasar dengan tatapannya yang tajam ia bangkit dari posisinya sambil menyisir rambutnya dengan jari.

"Masuk."

Jeongin semakin bingung,
"Lo kenapa sih?"

"Cepet masuk, dan langsung ke kamar, kalo gak masuk ke kamar gue." ujar Felix dengan raut wajah serius.

Jeongin melihat kesekelilingnya,
"Apaan si?"

"Ada yang ngintai kita."









"Lix, siapa sih?" Jeongin masih belum tidur di samping Felix.

Felix pun yang masih terjaga hanya menggeleng singkat,
"Tidur."

"Dih, gak bisa, kasih tau dulu ada apaan?"

BRAK!

"Anjing!" Felix bangun dari posisinya dan mengunci pintu yang baru saja ingin di buka oleh orang luar.

"Lix, apaan sih ini!?" Jeongin yang khawatir kini sudah berada di kolong ranjang kasur.

Sedangkan Felix berfikir berat harus dengan apa lagi ia menahan pintu. Tiba-tiba bayangan seseorang berlari dari luar terlihat di jendela.

Felix berlari ke arah jendela kiri.
"Jeongin! Bangun, kunci semua jendela!" teriak Felix.

Dengan nafas terengah-engah Felix menunduk lelah.
"Sialan,"

Dor!

Dor!

Felix berlari lagi, kini ia menggeser lemari besar untuk menahan pintu.
"Jeongin, bantuin!"

Jeongin yang masih melongo melihat pintu yang bolong itupun langsung membantu Felix.

Dengan sekuat tenaga Felix dan Jeongin menggeser lemari agar tidak tergeser jarak antara pintu dan lemari.

Dor!

Satu tembakan lagi, menembus pintu dan lemari yang kini mereka tahan, sampai-sampai Felix merasa ada tusukan kuat pada lengannya.

Ketika Felix melihat lengannya terkena tembakan, sepertinya orang luar itu menembak dari jarak dekat.

"Sial!"

Jeongin membantu Felix bangun, dengan darah yang terus mengalir dari lengan kirinya.

"Permainan macam apa ini, bangsat!"
Habis sudah kesabaran Jeongin, sekuat tenaga ia mendorong lemari besar itu hingga tergeser tanpa menutuli pintu.

Dengan emosi yang membludak di puncaknya, ia menendang pintu kamar Felix berkali-kali.

Dan..
BRAK!

Hancur sudah pintu kamar Felix, ketika semua terpampang lebar di hadapan Jeongin, matanya menajam dan langsung menutup hidung ketika bau anyir dan darah yang membuat seperti jalur dari depan kamar dan entah sampai kemana.

Kamar Felix, Jeongin dan Hyunjin memang berada di atas dan sisanya berada di lantai bawah.

"Lix, masih sakit gak?"

"Sakit lah dongo, lu ketusuk jarum aja udah ogah-ogahan lah gua ketancep peluru kek gini lu nanya!" cerocos Felix.

"Ayo keluar, kita ke bawah!"

Saat Jeongin berlari duluan semua orang sudah menaiki tangga dengan raut wajahnya yang terkejut.

"Ada apa ini?! Kenapa ada darah seretan kaya gini!"

Jeongin menggeleng kuat,
"Gua gak tau apa-apa, Felix sama gua di kejar orang!"

Hyunjin menggusar wajahnya kasar, benar-benar keterlaluan.
"Lo semua tidur di ruang tengah!" Hyunjin sudah kehabisan kesabaran.






Kini Hyunjin tidak tidur demi keamanan teman-temannya, ia melawan rasa kantuk dan lelahnya, tidak peduli akan terjadi apa-apa padanya.

"Jin, tidur." kini Bangchan kembali mangangkat kepalanya menatap Hyunjin yang sangat terjaga.

"Gak."

"Lo pada jahat banget sumpah gua sendirian di atas merban tangan, dan lo semua malah enak-enakan tidur." Felix yang baru turun sambil memegangi lengannya.

"Lupa Lix, panik kan tadi." sahut Jeongin yang kembali terbangun.

"Bodoamat ngambek gua!" Felix duduk di samping Hyunjin yang menahan tawa.

Jahat ya, orang susah di ketawain, emang dasar Hyunjin doang.
"Gausah ketawa lo!" Felix kesal.

"Monmaap ni masnya, tapi humor rendahan, hhh!"

"Udah deh ngantuk gua sumpah!" Seugmin merasa tidurnya terganggu.

"Sial, semua gagal!"







Pagi tiba, Hyunjin merasa kini saatnya dia yang tidur.
"Gua ke kamar ya, lu pada mandi kek sama siapin makanan."

"Siap bos qyu!" sahut Lino sok imut.

"Lin masaaaak!" Jisung berlari dan langsung merangkul Lino dari belakang.

"Bantuin yu?"

"Gak ah, mau nyuci mobil."

"Lin, ayo!" Lino membalas dengan ibu jarinya.
















Siang ini semua orang sibuk dengan kesibukannya masing-masing, Hyunjin masih tertidur, Jisung dan Bangchan yang sedang kerokan, Seugmin dan Jeongin sekolah.

"Lu masuk angin, cenah?"

"Iye, gua masuk angin ini mah," jawah Jisung yang setengah tidur.








"Hari ini, tugas gue harus tuntas."







"Menurut lo siapa Jin?" Jeongin menatap lurus langit-langit kamar Hyunjin.

"Hm, gua gatau, belum bisa nebak." sahut Hyunjin baru menutup pintu karena habis mandi, udah di sembur Jeongin di kamar.

"Begonya jendela gua tutup, padahal kalo gua buka, gua bisa liat siapa pelakunya." Jeongin menghela nafasnya.

"Ya, elu bukannya merem dulu, gua mau pake baju." celetuk Hyunjin, membuat Jeongin menahan tawa.

"Salah gak sih kalo gua tuduh anak dalem?" tanya Hyunjin, ketika sudah selesai pakai baju.

"Mm, menurut gua emang orang dalem, tapi gua juga gak tau siapa." Jeongin mengambil ponselnya dan ketika layar hpnya mengarah pada jendela kamar.

Sontak Jeongin bangun dan langsung membuka jendela.

"Goblok! Gua lagi pake baju! Tutup lagi ntar ada yang terbang!" sahut Hyunjin yang gemas.

Jeongin yang awalnya was-was mendadak ngakak sendiri,
"Maap-maap whaha!"

"Untung lagi tutupan!" Hyunjin mendengus sebal, "Emang ada apaan?"


"Ada yang ngupingin kita tadi."

Dorm || Straykids [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang