seven

892 97 32
                                    

Aku tak memahami papa, kenapa dia berlaku aneh padaku, kenapa dia membawaku jauh entah kemana dan mengapa aku jadi takut saat berada di sisi orang yang seharusnya membuatku nyaman.

Semuanya campur aduk

Tapi itu sebelum...

  Mobil hitam kami berhenti disebuah tempat yang tidak begitu familiar dan mungkin menjawab berbagai tanyaku

Aku memperhatikan dengan serius letak dimana istimewanya tempat serba hijau ini karena Sudah enam kali tempat serupa ini kami lewati, aku tak mengerti mengapa papa membawaku datang jauh-jauh hanya untuk mencari sebuah taman, atau...

Tempat ini memiliki arti lain untuknya. Atau mungkin..papa hanya ingin datang ke tempat yang teramat jauh bersamaku, begitu papa keluar dan membukakan pintu untukku,  baru saja aku mau menapakkan kakiku tetapi lagi dan lagi

Trrrttttt

Bunyi ponselku terus menerus berdering,karena sejak tadi papa melarang mengangkat siapapun yang menghubungiku

Termasuk padre... Orang terdekatku setelah papa.

Ku lirik layar ponsel sekilas, papa mengikuti arah mataku sampai mata kami bertemu dan aku memilih diam menunggu apa reaksinya masih sama.

Namun tak ada reaksi kecuali ia memundurkan langkahnya kemudian melangkah lebih dulu memasuki taman, meninggalkanku yang bingung antara mengangkat telepon padre atau mendiamkannya seperti larangan papa

Dengan berat hati ku letakkan ponselku ke dalam tas, meski dilingkupi perasaan tak enak aku tetap melangkah mengikuti jejak papa menuju sebuah bangku yang letak posisinya dibawah pohon rindang, dihadapannya tersajikan air mancur bersimbol patung dua angel memegang kendi, bunga-bunga entah berjenis apa terlihat amat cantik mengelilingi kolam bundar berisi daun serta bunga teratai mengambang didalamnya.

Ada bentangan rerumputan luas serta beberapa bangku yang sama uniknya berjarak agak jauh dari kami, sementara papaku duduk bersandar disalah satu bangku teduh sambil ia menatapi kolam, tatapannya sendu juga terlihat khawatir.

ada sirat rasa bersalah membenak diwajahnya, seakan ia membutuhkan sentuhan alam agar mengurangi kesedihannya.

Semilir angin mempermainkan rokku naik dan turun, dan ku putuskan duduk disamping papa  lebih cepat dengan sedikit jarak.

Ponselku tak lagi bergetar,  papa juga tak bersuara,ia membiarkanku terdiam melihat sajian alam nan hijau yang juga mengobati kejenuhanku.

Sejak awal hatiku bagai diombang ambing, namun belum berapa lama ada rasa nyaman yang kini ku nikmati.

Duduk bersama papa.. Tanpa satu katapun keluar rasanya aneh, tetapi diam saat ini jauh lebih baik.

    Mataku perlahan bergerak memperhatikan arloji kulit yang jarum jamnya menunjukkan bahwa aku sudah kehilangan dua mata kuliah sekaligus.

Sialnya tak ada keberanian dari mulutku untuk mengawali topik pembicaraan yang sunyi ini.

Apakah akan terus seperti ini atau... Papa menungguku bicara

Hingga beberapa menit berlalu, jemariku bergetar merasakan ruas jemari panjang dan hangat milik papa membungkus tanganku, mengiring serta mataku melihat lekat ke arahnya yang mulai mendangakkan kepala.

Ratapan matanya menyedihkan.. Seperti penyesalan.

Ya Tuhan ... Ada apa dengannya

Aku ingin tahu. Apa yang sedang memenuhi fikirannya hingga ia berlaku aneh

"Pa... " kataku amat pelan, papa mengerjap lalu bersuara lebih tinggi.

"papa merindukannya"ujar papa mengakui kerinduan menjadi alasan besar mengapa ia bersikap aneh, meski sayup-sayup angin menyelinap disetiap kalimatnya. Aku bisa merasakan kerinduan itu seolah me ggerogoti jiwanya

DetakTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang