03. Kampus, Perkuliahan.

472 80 78
                                        

***
Selasa pagi, pukul 09.00 WIB. Al berjalan menuju kelas yang tidak pernah dia anggap ada, ia tidak pernah masuk di mata kuliah ini, itu karena dosen yang mengajar dikelasnya datang hanya karena uang, datang-memberi tugas, lalu pulang.

      "Al, sampeyan kenapa gak pernah masuk mata kuliah ilmu sosial?" tanya Gio beberapa hari sebelumnya.
    
"Untuk apa? Supriadi masuk ke kelas bukan karena dia ingin mendidik kita". Sahut Al,

     "Dia datang hanya karena uang, mata kuliah ini tidak ada proses transfer ilmu didalamnya". Al menambahkan.

Bagi Al belajar tidak harus dikampus, belajar bisa dimana saja, kapan saja. Kampus hanya formalitas, begitu katanya.

*
Kali ini dia datang karena dosen mendadak memajukan jadwal ujian final, sekaligus ia juga ada keperluan dengan teman satu kelasnya, Gio. Al berjalan sambil mendengarkan lagu dari mp3 portablenya, seakan tidak ada kegiatan apa-apa dikelas, sementara waktu sudah menunjukkan kalau Al sudah terlambat 10 menit.
Al sampai di ruangan, dia meminta izin pak Supriadi untuk masuk dan mengikuti ujian.

      "Permisi, maaf saya terlambat, boleh saya masuk pak?" ucapnya.

Sambil melihat jam tangan, pak Supriadi mulai mengambil ancang - ancang, seolah ingin mengeluarkan isi yang ada di benaknya, ibarat anjing yang siap menggonggong saat ada orang yang ingin memasuki wilayahnya.,

       "Mahasiswa seperti kamu, mau jadi apa kamu? tidak ada pedulinya sedikitpun, masuk cepat!" bentak pak Supriadi.

Al berterimakasih kepada pak Supriadi sambil menundukan kepalanya, lalu mulai berjalan masuk menuju bangku kelas.

         "Dasar mahasiswa urakan! masa depanmu sudah bisa ditebak, terus saja begini, dasar bajingan" Supriadi melotot sambil terus melihat Al.

Mendengar perkataan itu, Al berhenti tepat didepan pak Supriadi.

        "Maaf pak, bapak bilang bajingan?" Al merespon

        "Iya bajingan, kamu bajingan! Tidak pernah hadir, datang hanya saat ujian, telat pula!" jawab Supriadi yang memang sudah lama ingin melontarkan kata - kata indah itu dari mulutnya.

        "Menurut bapak, lebih bajingan siapa, seorang mahasiswa yang telat datang ujian, atau seorang dosen yang menyebut mahasiswanya bajingan hanya karena telat ujian?" Al bertanya sekaligus melawan dengan gayanya yang terlihat santai dan memasang wajah manusia yang seolah tau kalau dia akan menang cerdas cermat tingkat SD.

Mendengar perkataan itu, seisi kelas terkejut dan Supriadi terdiam, wajahnya memerah seperti pantat bayi baru lahir, kurang lebih seperti itu. Supriadi menahan malu dan merasa direndahkan didepan mahasiswanya. Spontan dia menampar Al dengan kuat.

       "Dasar anak asu!" Supriadi murka.

Al terdiam sambil memegang pipinya yang ditampar,

        "Kurang ajar kamu! Ibumu pasti sama rendahnya sepertimu! Anak sepertimu pasti lahir dari orang tua yang...."

         pokkkk!!

Al membalas tamparan Supriadi dan memojokkan dosennya itu, dia menarik kerah Supriadi dan melayangkan tamparannya untuk kedua kali.

       "Tamparan pertama sebagai tanda terimakasih dari saya untuk bapak yang telah mengajarkan saya cara menampar dengan benar. Tamparan kedua dari saya lagi, untuk bapak yang menghina orangtua saya, terlebih ibu saya" Al berbicara dengan wajah dinginnya.

Supriadi terjatuh karena tamparan dari Al cukup kuat, spontan mahasiswa lain bergegas beranjak dari tempat duduk, lalu memisahkan keharmonisan mahasiswa dan dosen dipagi yang mendung itu.
Ujian tertunda.

Al pergi begitu saja setelah dia menjatuhkan dosen yang merendahkan harga dirinya sekaligus martabat ibunya di depan banyak mahasiswa yang hadir di kelas.

Dia tau akan ada konsekuensi atas apa yang dilakukannya, hukuman? skors? atau bahkan Drop Out? Baginya, dia hanya melakukan apa yang harus dilakukan, dia melakukan hal - hal yang memang layak untuk dilakukan, karena Al tau, akan ada reaksi di setiap aksi. Apapun itu konsekuensinya, dia pasti sudah siap untuk itu.

*

"Guru bukan Dewa yang selalu benar,
Dan murid bukan kerbau yang selalu salah".  - Soe Hok Gie

***

SENJATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang