09. Kembali pulih

267 42 14
                                        


***

Al melihat ke atasnya dan dia melihat ada beberapa buah kelapa, cukup bahkan berlebih kalau hanya untuk dia seorang. Dengan insting manusia yang sedang haus, dia langsung memanjat dan memetik beberapa buah. Al mengambil pisau lapangannya dan membuka buah kelapa itu untuk dinikmatinya, sembari melihat ombak dan binatang di pesisir pantai yang kelihatan sedang berinteraksi dengan laut, dengan alam.

Selesai dengan kenikmatan buah kelapa, Al mengambil hammock yang selalu di bawanya yang diletakkan di bagasi eksternal dibagian belakang motornya. Dia memasang hammock diantara dua pohon kelapa yang kokoh, yang mampu menahan berat tubuhnya. Sebagai anak mapala--hammock, pisau lapangan, kompor portable, bubuk kopi, adalah hal yang wajar untuk dibawa kemana mana. Hammock selesai dipasang, dia naik kedalamnya dan memilih untuk beristirahat setelah perjalanan panjang yang telah ia lalui.
Al langsung tertidur, lelah ditubuhnya baru terasa ketika dia merebahkan badannya di hammock.

*
Semesta--seolah tidak ingin Al melewatkan bentuk keindahan ciptaan Tuhan yang satu ini, suara ombak membangunkannya, alam membangunkannya.
Warna langit sudah menunjukkan kalau hari sudah petang, Al bangun dari zona nyamannya dan berdiri dipinggir pantai.

           "Akhirnya senja kembali datang"  batin Al.

Al adalah manusia yang membenci serta mengagumi senja dalam waktu yang sama. Senja adalah sebuah pembatas antara siang dan malam. Senja adalah pemisah, agar keduanya tidak berjumpa. Baginya, senja adalah sebuah penanda berakhirnya cerita. Hadirnya seperti sebuah kata pinta agar sang mentari segera menenggelamkan dirinya, membuat cahaya mentari itu meredup dan membiarkan awan menjadi penguasa sang langit, yang dimana tidak ada cahaya yang terang menyinari sang bumi, hanya ada cahaya cahaya kecil yang seakan tidak berarti. Tetapi tetap saja, kegelapan menjadi pemenangnya.

Dan, diwaktu yang sama, Al juga menjadi pengagum senja. Suasana dimana terlihat keindahan ciptaan Tuhan yang berada di "ujung laut".
Matahari terbenam, langit berwarna jingga, ombak  yang menabrak bibir pantai, dan tiupan angin yang halus menerpa wajahnya. Dia menikmatinya, Al mengaguminya. Tak ada satupun yang dapat menolaknya. Hadirnya bagai pengundang sang pelukis dunia yang namanya tersohor dimana mana, yang mampu melukis warna sang langit berwarna jingga. Hingga setiap mata yang melihatnya pasti begitu terpesona.

     "Sungguh indah ciptaan-Mu wahai Tuhanku. Suatu saat nanti di waktu yang sama seperti ini, aku mohon kepadamu, jangan mengganti warna senja-Mu ini menjadi warna coklat kopi ya Tuhan". Al bercanda dengan Tuhannya.

Waktu sudah mulai gelap, senja sudah mulai meninggalkan penggemar beratnya. Al bersiap untuk kembali ke kehidupan nyatanya. Sambil membungkus kembali hanmocknya, ia melihat temannya, menunggu dengan setia.

       "Sebentar ya kawan, dikit lagi selesai" batin Al.

Selesai dengan barang barangnya, Al menuju ke motornya, menyalakan mesin dan duduk diatasnya.
Sebelum berangkat, Al melihat ke arah laut, berat rasanya dia meninggalkan tempat itu. Al bisa saja menginap, namun ia tidak mempersiapkan alat untuk berkemah, maka Al harus kembali ke kostannya.
       
          "Sekali lagi, terimakasih semesta, aku kembali pulih."

Al mulai menancap motornya.
Dalam perjalanan pulang, sesekali dia teringat mp3nya, teringat wajah kakaknya. Dan rasa kesal atas dirinya sendiri kembali datang, namun tidak sebesar pagi tadi.

***

SENJATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang