Tiga

53K 10K 1.2K
                                    


©motonoona

Jam menunjukkan pukul enam lebih lima belas menit ketika ponsel di atas nakas berdering.

Aku yang masih terbenam dibalik selimut mengulurkan tangan, mencoba meraihnya tanpa menyenggol benda lain disekitar.

Mendapatkannya, aku menggeser tombol dilayar agar suara berisik dari alarm berhenti.

Aku masih sangat mengantuk. Sungguh.

Ingin rasanya tidur lebih lama.

Melewati semua kegiatan hari ini.

Hanya berbaring di ranjang.

Tidak kemana-mana.

Pun, tidak perlu pergi ke rumah Nakamoto Yuta.

Apa?

Tunggu.

Sebentar.

Rumah Nakamoto Yuta?

Jam berapa sekarang?

Aku histeris, tidak sampai berteriak. Meloncat turun dari atas kasur, nyaris terjungkal karena tidak sempat menyeimbangkan tubuh.

Langsung memasuki kamar mandi, tanpa ingat aku belum mebawa handuk dan keperluan mandi lainnya.

Rasanya, aku dikejar 'kematian'.

Biasanya perlu waktu minimal setengah jam untuk membersihkan diri, kali ini, aku hanya menghabiskan 10 menit di ruangan itu.

Cepat-cepat memilih pakaian dari lemari dan memoles wajah seadanya ─ setidaknya kulitku tidak terlihat terlalu pucat ─ aku meluncur ke lantai dasar.

Melewati dua anak tangga sekaligus, mendapati Johnny sudah bersedekap di dekat ruang tengah.

"Keteledoran lo bisa berarti kehancuran perusahaan kita, Grace."

Aku yang sekarang sibuk mengobrak-abrik rak sepatu, tidak sempat menjawab. Melemparkan beberapa alas kaki yang sudah tertata rapi, hanya untuk menemukan sepasang flat shoes.

Berbalik, mendapati Johnny masih pada posisinya.

Perusahaan. Perusahaan. Perusahaan.

Hanya itu yang ada dalam benak seorang Seo Johnny. Tidak heran, dia dengan lapang dada 'menjualku' pada rekannya.

Moodku terlalu jelek, ditambah dengan sisa ketakutan akan datang terlambat 'lagi', aku mengabaikan Johnny. Tidak memperdulikan tali sepatu yang belum kuikat, pun, dengan suara Johnny yang terus memanggil minta digubris.

Melangkah keluar rumah, langsung masuk mobil dan duduk manis di jok penumpang.

"Kalau gue ajak ngomong itu didengerin, jangan asal pergi. Hormati gue sebagai Kakak."

'Hormati aku sebagai wanita.'

Ingin sekali aku menamparnya dengan kalimat itu. Masih memusuhinya, namun, seakan tidak peduli, Johnny terus saja mengajak berbincang. Membahas seputar perusahaan dan kerap menyinggung tentang perjanjian di atas materai.

Istri Paruh Waktu | Nakamoto YutaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang