©motonoona
ㅤ
Langit sedikit lebih terang ketika aku mendongak. Sudah tidak semuram tadi, sang bulan memiliki ruang untuk menyuguhkan sinarnya. Udara membuatku menggigil dan jejak hujan masih tersisa di ceruk-ceruk trotoar.Aku menghela napas, lalu duduk di sudut jalan, di sebuah bangku kayu. Tidak sampai lima menit, aku bosan. Kurasa, aku butuh udara segar─dan secangkir minuman hangat. Maka, aku bangkit dan beranjak. Mendatangi kafe di seberang, membeli cappuccino hangat dalam gelas sekali pakai. Lalu berjalan tanpa tujuan yang pasti, membiarkan sepasang kakiku membawaku ke mana pun mereka mau.
Sikap diam Yuta di hadapan mantan kekasihnya tadi, terus mengambil alih dalam benak. Aku berusaha meyakinkan diri sendiri bahwa itu hanya ekspresi terkejut terhadap sosok yang sudah lama tidak dia lihat, tetapi kegilasahanku tidak juga mau pergi. Sekilas tadi, aku melihat mata Yuta... merindu. Seperti masih ada cin─demi Semesta, aku tidak sanggup menyelesaikan kalimat ini.
Ya, aku memang butuh udara segar.
Dan memberi dua sejoli yang pernah saling menjalin kasih itu sedikit waktu untuk berbincang.
Menunduk, menendang udara kosong. Mati-matian menahan keinginan menoleh ke belakang. Satu sisi dari diriku memerintah untuk terus melangkah, sedang sisi lainnya berbisik membujuk ingin mengetahui apa yang sedang dilakukan oleh Yuta dan mantan kekasihnya?
"Grace?"
Hampir saja menjatuhkan gelas plastik di tangan, rasanya aku kembali ditarik dari lamunan, oleh sebuah suara yang sedikit familiar di telinga.
"Ternyata benar, ini adik Seo Johnny. Saya pikir salah orang."
"Siapa... Oh, Kim Doyoung? Peminjam selang?"
Sang penyapa terkekeh pelan, mengusap sekilas ujung hidungnya, sebelum melemparkan pandang pada apa pun di belakangku.
"Sendirian? Kenapa, sih, anak kecil seperti kamu hobinya keluyuran sendiri? Gak takut diculik om-om?"
Aku menatapnya datar. Jengah, ternyata tetanggaku ini tidak berubah. Masih sama, selalu menyebalkan padahal baru saja bersua. Ini bahkan belum lima menit sejak dia memanggil namaku.
"Sedang apa disini? Menunggu jemputan atau sedang mencari tumpangan?"
"Kenapa cara bicara kamu kaku banget kaya papan mading kampus, sih?"
"Lagi ngelucu, ya?"
Kesal. Aku lebih memilih menggertakkan gigi dibanding meremat gelas sekali pakai yang sedang kugenggam. Mengatur nafas, menciptakan uap putih yang langsung tersapu angin.
Bukan kali pertama kami berbincang dan bukan kali pertama juga Kim Doyoung mempermainkan titik ketenanganku. Sederhana, tapi berhasil memancing amarah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Istri Paruh Waktu | Nakamoto Yuta
RomansaNakamoto Yuta. Dia adalah suamiku. Suami yang sah secara agama dan hukum. Suami yang memintaku datang saat fajar menyapa, lalu menyuruhku pulang kala senja tiba. Iya, Nakamoto Yuta adalah suamiku, yang melamarku sebagai istri paruh waktunya. © mot...