ღ lσng tímє nσ sєє ღ

267 58 20
                                    

˙·٠•●♥ [ 𝓗 𝓸 𝔀 𝓘 𝓜 𝓮 𝓽 𝓜 𝔂 𝓑 𝓻 𝓲 𝓭 𝓮 ] ♥●•٠·˙

"Baiklah. Song... Yunhyeong.. Apa motivasi Anda melamar sebagai sekretaris saya, sedangkan dalam riwayat pendidikan Anda hampir 95% berhubungan dengan tata boga dan dunia kuliner? Anda pasti paham perusahaan apa yang sedang saya pimpin bukan?" tanyaku pada pria berjas hitam yang tengah duduk di hadapanku dengan sikap tegak lurusnya.

"Saya memang mengerti bahwa saya memiliki pengalaman lebih di bidang kuliner dan memasak, tetapi saya juga pernah bekerja di bagian pemasaran brand kosmetik ternama dan berkat saya, penjualannya meningkat pesat," ujarnya.

"Apa itu relevan dengan posisi yang saat ini saya butuhkan?" tanyaku lagi.

"Menurut saya, cukup relevan. Karena saya cukup mengerti dengan produk-produk kecantikan. Seperti kosmetik, perawatan tubuh dan sejenisnya."

"Begitu?"

Pria itu mengangguk mantap lalu tampak tersenyum tipis padaku. Aku hanya membalasnya dengan senyuman miring.
"Baiklah.. Silahkan Anda menunggu di luar." pintaku.

Kemudian ia keluar dan aku memberikan tanda pada Jihyo nuna agar pelamar berikutnya masuk. Dari summary yang kupelajari, pelamar ini bukanlah orang korea, namun ia mengklaim sudah tinggal cukup lama di Korea dan bahasa Koreanya sangat lancar.

Begitu masuk, wanita itu membungkukkan badannya ke arahku dan masih senantiasa berdiri sebelum aku mempersilahkan. Aku pun tersenyum padanya dan memintanya duduk.

"Minatozaki-san? animyeon... Sana-ssi?" tanyaku.

"Sana saja, Direktur. Ah, maaf..," jawabnya.

Aku tersenyum. Dia wanita yang cukup sopan, pakaiannya pun rapi dan menarik.

"Baiklah, mari kita mulai saja wawancaranya," ujarku dan mulai membaca singkat summarynya lagi sambil bertanya-tanya.

Sesi wawancara berjalan cukup lancar dan perlahan, aku bisa menilai siapa yang lebih tepat menjadi sekretarisku menggantikan Jihyo nuna. Usai wawancara, aku memintanya keluar dan menunggu. Gadis jepang itu pun keluar dari ruanganku.

Baru beberapa detik setelah gadis bernama Sana itu keluar dari ruanganku, pintu ruanganku kembali terbuka. Berdiri diambang pintu, gadis yang waktu itu. Ah, tidak. Dia sekarang telah menjalin kontrak dengan perusahaanku, jadi aku harus bersikap profesional.

"Oh. Jennie-ssi. Silahkan," sambutku lalu berdiri dan tersenyum.

Gadis bernama Jennie itu menatapku datar lalu melangkahkan kakinya masuk ke dalam ruanganku. Ia duduk di sofa yang ada di tengah ruangan, tanpa menunggu kupersilahkan. Aku hanya tersenyum dan duduk di hadapannya.

"Ada perlu denganku?"

Ia hanya menatapku dingin dan duduknya begitu tegap. Aku hanya tersenyum sambil memperhatikannya. Hampir selama lima menit kami hanya saling pandang dan saling diam. Aku tak berniat membuka suara lagi karena kurasa, aku sudah cukup ramah tadi. Tapi gadis di hadapanku ini masih saja tahan untuk bergeming. Yah, kalau begitu, kita lanjutkan saja aksi adu diam ini. Toh, aku yakin kalau aku yang akan menang.

Aku memperhatikan baju yang dikenakan 'Supermodel' Jennie ini. Jaket kulit mahal berwarna hitam membalut tubuh bagian atasnya dengan sempurna, dengan dalaman turtle-neck putih yang kontras. Ia memadukannya dengan short jeans hitam sebatas pertengahan paha dan tak lupa sepatu boots tinggi sebatas beberapa senti dibawah lutut. Penampilan yang cukup tangguh untuk ukuran supermodel. Jennie duduk dengan tegap sembari melipat kedua tangannya didepan perutnya. Tak lama, gadis itu menghela nafas.

How I Met My Bride [OnHold]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang