ღ sí mєnчєвαlkαn dαn sí αngkuh ღ

189 41 23
                                    


˙·٠•●♥ [ 𝓗 𝓸 𝔀 𝓘 𝓜 𝓮 𝓽 𝓜 𝔂 𝓑 𝓻 𝓲 𝓭 𝓮 ] ♥●•٠·˙


Sampailah aku di Pal Cafe. Mataku ini mengedarkan pandangan keseluruh penjuru kafe dibalik kacamata hitamku. Saat itulah, mataku menangkap sebuah lambaian dari seorang mantan yang tengah menyeruput minumannya di meja pojokan. Aku pun menghampirinya.

Sesampainya di mejanya, aku pun duduk.
"Ada apa?" tanyaku to the point.

"Lepas kacamatamu," pinta Hayi.

Aku pun berdecak lalu melepas kacamata hitamku dan menyelipkannya di saku jasku.
"Sudah. Jadi, apa yang mau kau bicarakan padaku?" tanyaku lagi.

Hayi masih tampak menyeruput minumnya dan memakan sepotong  kue pesanannya di meja.
"Kau tidak lapar? Makanlah dulu," ujar Hayi dengan nada datarnya tapi kurasa agak sedikit santai.

Aku melipat bibirku, ragu.
"Kau sedang main-main? Atau apa?" tanyaku sambil memainkan kunci mobilku di atas meja.

"Tidak. Hanya membuat skenario," ujar Hayi.

Aku menaikkan sebelah alisku.
"Skenario? Apa maksudmu?"

"Kau tahu, Hanbin-ah. Kita bertunangan. Meskipun hanya berpura-pura dan terikat kontrak saja, tentu kita harus memberikan bukti bukan? Ini adalah kencan kita yang akan diekspos pada media dalam beberapa jam ke depan. Makan bersama, bukankah itu hal yang lumrah dilakukan pasangan?"

Aku berdecak. Lalu kuedarkan pandanganku ke sekeliling. Aku menemukan seseorang yang agak jauh dari kami, bermantel gelap, mengenakan topi dan tampak seperti bersembunyi tapi yah, tidak juga. Ia sedang berdiri tampak membawa sesuatu di tangannya. Hm, mungkin kamera.

"Kau menyewa wartawan? Atau sekedar fotografer?" celetukku sambil masih menatap ke arah orang yang membawa kamera secara sembunyi-sembunyi itu namun tetap kentara bagiku.

Hayi mengaduk minumannya sambil menoleh sekilas kemudian seulas senyum miring tercipta dari bibirnya yang tipis itu.

"Begitulah. Dia memang kutugaskan untuk memotret kita, mengambil sudut yang mencurigakan dan yah, membuat artikelnya, tentu saja," jawab Hayi santai.

Aku mengusap-usap daguku sambil agak berdesis.
"Kau profesional sekali," sindirku.

Hayi hanya tersenyum. Tak lama seorang pelayan kafe menghampiri meja kami dengan membawa nampan di tangannya. Ia menaruh dua jenis makanan dan segelas minuman di meja. Setelah itu Hayi berterima kasih padanya  dan pelayan itu kembali ke tempatnya.

"Kita sedang berkencan, jadi ini adalah apa yang kita makan saat berkencan. Kau harus mengingatnya, karena mungkin saja aku menyebutnya dalam konferensi pers dan jawaban kita harus selaras," ujar Hayi padaku sambil meraih garpunya.

Makanan yang tersaji di meja kami adalah sepiring Spagetti Carbonara dan sepiring potongan Red Velvet Cheesecake. Aku agak tahu soal dessert itu karena cukup sering membelikan Hanbyul. Red Velvet Cheesecake adalah kue favorit Hanbyul. Kebetulan sekali.

Kulihat Hayi mengambil untaian pasta itu sambil kemudian digulungnya lalu dimakan. Ia mengunyah dengan ekspresi yang tidak suka namun bibirnya masih mengulaskan senyuman. Gadis aneh.

Tak lama, ia tampak langsung menelannya dan menenggak minumannya.
"Ugh. Aku tidak mengerti bagaimana orang menyukai makanan ini," komentarnya, yang tentu saja membuatku mengerutkan kening.

"Kau tidak menyukainya?" tanyaku.

"Hm. Rasanya aneh. Sudahlah, buatmu saja," ujar Hayi lalu meletakkan garpunya di atas piring berisi pasta itu.

How I Met My Bride [OnHold]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang