How I Met My Bride [OnHold]

ღ jєвαkαn ღ

˙·٠•●♥ [ 𝓗 𝓸 𝔀 𝓘 𝓜 𝓮 𝓽 𝓜 𝔂 𝓑 𝓻 𝓲 𝓭 𝓮 ] ♥●•٠·˙

Kwon Jiyong. Presdir KI Group. Siapa yang tak mengenal betapa jayanya dan kekuasaan perusahaan besar seperti KI Group. Perusahaan besar yang menguasai sektor perekonomian seantero Korea Selatan. Komisaris Kwon mewariskan posisinya kepada putra semata wayangnya saat beliau mengakhiri masa jabatannya. Hanya saja, cerita keluarga KI Group sangat jarang diekspos karena memang mereka menjaga privasi mereka dari media dan tentu saja, itu memakan biaya yang tidak sedikit. Jadi, wajar jika tidak banyak yang tahu tentang hubungan antara Lee Hayi dengan Presdir Kwon, kecuali kami-kami yang berkecimpung dalam bisnis ini.

Jujur saja, meskipun aku mulai ingat siapa Presdir Kwon dengan Jennie Kim, terutama bagaimana hubungan mereka di masa lalu, aku tetap masih tidak bisa menemukan alasan Presdir Kwon harus membantu Jennie Kim dan aku. Apa alasannya dia membantuku?

"Jadi, bagaimana hyung?" tanyaku.

"Hem, sebelumnya bolehkah aku bertanya beberapa hal padamu, Hanbin-ah?" tanya Jiyong hyung.

"Tentu saja," jawabku.

"Kau benar-benar mantan kekasih Hayi?"

Aku pun mengangguk meskipun cukup terkejut karena Jiyong hyung sampai tahu tentang hal masa laluku dengan Hayi. Sepertinya, Jennie Kim menceritakan banyak hal padanya, termasuk tentangku dan Hayi yang diketahuinya.

"Sama seperti Hyung dengan Jennie-ssi kan? Kalian juga mantan," jawabku berusaha santai. Ketahuilah, tidak mudah berbicara hal pribadi dengan orang yang dijuluki pebisnis nomer satu di Korea Selatan.

Jiyong hyung tersenyum tipis.
"Yah, kau benar. Sepertinya Jennie sudah menceritakan beberapa hal tentang kami, atau mungkin kau mengetahuinya dari Lee Hayi? Yah, aku tidak terlalu peduli. Jadi, begini Hanbin-ah. Alasanku datang dan ikut dalam rencana kalian adalah karena aku ingin mendisiplinkan adik tiriku yang adalah Lee Hayi. Mm, boleh ku lihat dokumen dan kontrak yang Hayi minta untuk kau tanda tangani?" tanya Jiyong hyung.

"Sebentar hyung...," lalu aku beranjak dari sofa untuk mengambil dokumen yang dimaksud Jiyong hyung.

Tentu saja aku punya salinannya. Waktu itu saat aku dan Lee Hayi mencapai kesepakatan, ia mengirim berkas salinannnya dengan kurir setelah beberapa jam berlalu, juga mengirim soft copy-nya ke email perusahaan. Setelah mengambilnya, aku kembali duduk dan menyerahkan dokumen itu pada Jiyong hyung.

Jiyong hyung membacanya dengan wajah yang serius. Saat itu kuperhatikan bahwa keseriusannya membuat beliau terlihat begitu berwibawa. Memang aura seorang Presdir Kwon tidak bisa ditolak bahkan olehku sekalipun yang sangat jarang terkesima.

"Dokumen ini... aku bisa menjamin jika tidak ada jaminan apapun yang terikat di dalamnya," ujar Jiyong hyung.

Aku menaikkan sebelah alisku.
"Maksud Hyung?"

Jiyong hyung menyodorkan dokumen itu di atas meja dan menunjuk beberapa poin padaku sambil menjelaskan.

"Pertama, pada kop surat ini memang benar adalah logo perusahaan, namun pada nomer surat di dokumen ini, ini adalah format nomer surat edisi lama. Saat aku menduduki jabatan menggantikan ayahku, aku membuat beberapa perubahan kebijakan dan memperbarui sistem. Dan dengan begitu, apa yang tertulis dalam dokumen ini tidak sah," ujar Jiyong hyung.

"Tidak sah?"

"Ya. Karena dokumen ini sama sekali tidak masuk dalam sistem perusahaan dan isinya apapun itu, hanya omong kosong belaka. Lalu kedua, kalau pun misal nomer surat itu benar sesuai sistem, tetap isi dokumen tidak bisa dibenarkan dan tidak bisa dikatakan sah karena yang bertanda tangan di sana bukan aku. Memang benar, Lee Hayi bisa menandatanganinya, tetapi hanya jika aku memberinya surat kuasa untuk menandatangani dokumen itu dan aku sudah membacanya melalui sistem. Tapi pada kenyataannya, aku sama sekali tidak tahu menahu tentang apapun yang tertulis di kertas itu," tutur Jiyong hyung lagi.