ღ íntuísí wαnítα ღ

168 40 23
                                    

˙·٠•●♥ [ 𝓗 𝓸 𝔀 𝓘 𝓜 𝓮 𝓽 𝓜 𝔂 𝓑 𝓻 𝓲 𝓭 𝓮 ] ♥●•٠·˙

"Jadi, kau ingin membicarakan apa?" tanyaku pada Jennie Kim begitu kami sudah berada di dalam ruanganku.

Jennie Kim meletakkan tasnya yang mungil itu dan duduk di sofa. Ia duduk sambil menyilangkan kakinya.
"Kau sudah bertemu Hayi?" tanya Jennie to the point.

Keningku bergelombang mengerut.
"Aku tidak mengerti. Bagaimana bisa kau dan juga Hayi, seolah tahu siapa-siapa saja yang kutemui. Bahkan sekretarisku pun tidak tahu," ujarku.

Jennie Kim hanya tersenyum.
"Hanya menebak. Jadi, kau benar-benar bertemu dengan Hayi?" tanya Jennie Kim.

Aku mengendikkan bahuku.
"Kalo memang aku bertemu dengan Hayi, kenapa?" tanyaku.

"Tidak apa. Tapi aku perlu tahu apa yang kalian lakukan," balas Jennie Kim.

"Kenapa?"

"Karena pertemuanmu dengan Hayi, mungkin saja bisa membantu kita menentukan langkah awal kita," balas Jennie Kim.

"Kenapa kau bisa menyimpulkan seperti itu? Apa pengaruhnya?" tanyaku.

Kulihat Jennie Kim menghela nafas.
"Direktur, aku tidak tahu kalau Anda begitu bodoh," ledeknya padaku.

Aku mendengus.
"Sebaiknya jangan memanggilku 'Direktur' jika kau terlalu sering meledekku. Kau, ku perbolehkan bicara informal denganku jika hanya ada kita berdua saja," ujarku.

Jennie mempertemukan kedua alisnya di tengah.
"Benarkah?"

Aku mengendikkan bahuku.
"Sebelum aku berubah pikiran tentunya."

"Jika begitu, tentu aku harus tahu usiamu. Apa kau lebih tua dariku atau lebih muda atau mungkin sebaya," ujar Jennie Kim kemudian.

Aku melipat bibirku sejenak.
"Baiklah. Aku kelahiran 96. Sebaya dengan Lee Hayi. Hanya berbeda satu bulan," jawabku.

Jennie Kim tampak memicingkan matanya padaku lalu menghela nafas.
"Baiklah. Kita sebaya. Jadi, apa yang kau lakukan saat bertemu dengan Hayi tadi?"

"Makan. Hanya sekedar makan," jawabku singkat.

Jennie Kim menatapku dengan pandangan menyelidik.
"Kenapa aku tidak yakin?" tanyanya.

"Terpaksa makan. Yah, semacam makan bersama yang sudah direncanakan. Dia menyewa seorang wartawan bayaran untuk memotret kami lalu menulis artikel skandal tentang aku dan dia. Bagaimana? Apa itu membantumu mendapatkan ide baru?" ujarku pada Jennie Kim.

"Oh. Tidak buruk untuk ide sekelas Hayi. Hanya saja, terkesan drama. Lalu kau menurutinya saja, begitu?"

"Yah... apa aku punya pilihan? Dengar, Nona Jennie Kim. Jika aku punya pilihan untuk menolak tanpa harus mengorbankan hal-hal penting yang menjadi prioritas dalam hidupku, tentu aku sudah menolak ide konyol ini dari awal," ujarku memberikan penekanan padanya.

Jennie Kim menatapku dengan bola matanya yang berputar. Gadis fancy di hadapanku ini melengos.

"Oh. Kalau begitu, bisa kau cek internet? Apakah artikel tentangmu dan Hayi sudah tersebar?" tanyanya padaku.

Aku mengendikkan bahuku.
"Aku tidak tahu dan tidak mau tahu," jawabku singkat.

Jennie Kim berdecak.
"Kau harus tahu, Tuan Kim. Itu melibatkanmu dengan Hayi dan tentu saja ada sangkut-pautnya dengan perusahaanmu juga hidupmu bukan? Cepat kau cari tahu,"  pinta Jennie Kim.

Dengan malas, kuraih ponselku yang sedari tadi tenang dan damai tergeletak di atas meja kantorku. Kubuka aplikasi pencarian menuliskan nama Hayi atau namaku atau pun nama perusahaan kami berdua. Tapi hasil pencarian masih belum menunjukkan artikel tentang foto dan skandal yang akan digunakan Hayi sebagai pendukung pengumuman pertunangan kami itu. Pertunangan palsu.

How I Met My Bride [OnHold]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang