j. difficult

4.4K 837 165
                                    

Langkah kakinya terlampau tergesa-gesa, memasuki pelataran rumah milik wanita dengan satu putranya yang terlihat begitu sunyi. Kepanikan pria itu meningkat seratus kali lipat, ketika segala pintu rumah tersebut terkunci rapat. Ia mencoba menelepon, memanggil sang pemilik rumah berkali-kali tetapi tak mendapat sahutan sedikit pun.


Pria itu lupa, malah meninggalkan kunci cadangan miliknya entah di mana. Harusnya ini akan sangat berguna dalam kondisi genting seperti ini, tetapi Taehyung malah ceroboh dalam hal menyimpan. Sampai ia melihat satu celah dari jendela yang sedikit terbuka. Dan benar saja, jendela itu terbuka. Membuat Taehyung dengan secepat kilat memanjat dan masuk tepat di kamar Hera.

Namun tak ditemukan siapapun di sana, hanya ada beberapa robekan baju dan segala benda yang berceceran di lantai karena menjadi korban lemparan.

"Hera! Kau di mana?!"

Taehyung menyusuri setiap jengkal rumah, netranya menelanjangi setiap sisi dan sudut yang kian berantakan. Sampai seorang wanita dengan sandang yang lusuh karena terobek di beberapa bagian itu keluar dari dalam sebuah ruang penyimpanan di sudut rumah, dengan langkahnya yang tegopoh-gopoh dan tangannya yang menyangga tubuh pada tembok. Deru napasnya tak beraturan, mencoba menahan air mata yang sebenarnya telah bercucuran di sana.

Taehyung langsung menghamburkan peluknya, menenangkan wanita dengan tatapan kelam di depannya. Mencoba menghisap segala kepedihan yang wanita itu miliki, tetapi dengan cepat Hera melepas pelukan Taehyung. Dengan napasnya yang masih tersengal, wanita itu menatap Taehyung.

"Taeguk! Tolong cari Taeguk!" Suaranya parau, memohon dengan lirih pada Taehyung.

"Apa yang kau lakukan padanya?" Tatapan Taehyung menyalang. Tetapi lagi, tatapannya kembali meneduh setelah berpikir untuk yang kedua kali bahwa apapun yang Hera lakukan bukan kesalahannya.

"A-aku memukulnya. T-tolong ... tolong carikan dia, Tae."

Taehyung membelalakkan matanya, yang kemudian langsung berlari keluar menyusuri jalan dengan pikiran sekacau pecahan cermin.

Ketika sebuah cermin pecah, ia tidak hancur. Melainkan berkembang biak, menjadi semakin banyak dan berserakan. Berlomba-lomba memantulkan cahaya untuk membuat bayangan.

Di sisi lain, Hera terus merutuki dirinya sendiri. Bersumpah sampai bersimbah darah bahwa ia tak sepantasnya untuk diselamatkan, segalanya semakin kacau tak terkendali. Mengingat bagaimana ia mengharapkan Taehyung yang selalu ada untuk meredakan situasi seperti ini, walaupun kenyataannya jelas tak mungkin.

Tangannya tadi dengan mutlak ia arahkan pada Taeguk, putra kecilnya yang kemudian berlari keluar rumah setelah berkali-kali Hera bentak untuk cepat pergi dan keluar.

Namun, ini semua demi kebaikan. Karena seorang ibu, tak mungkin sekejam itu sekalipun dalam kondisi terburuknya.

💐💐

Pria beriris hazel itu menyusuri jalan dengan alas kakinya yang tipis, menjelajahi jalanan besar sampai gang-gang kecil di sudut kota. Mencari keberadaan pria kecil yang kini entah ke mana larinya. Peluh di sekitar pelipisnya mulai berjatuhan, disertai dengan sengalan napas yang membuatnya kini berjalan lebih lambat, namun terus berusaha untuk mencari.

Sampai di ujung pandangannya yang sedikit kabur, Taehyung menemukan sosok itu. Mengayunkan kakinya di sebuah kursi tepat didepan kedai permen gula kapas, memakan sedikit demi sedikit permen gula yang ada ditangannya tanpa bersemangat.

Taehyung yang melihatnya pun beranjak mendekat, mengatur napas yang tadinya tak karuan. Mengusap segala peluh yang hampir menetes dan mencoba memasang raut wajah setenang mungkin.

Tepat di depan kedai kecil itu, Taehyung bukannya langsung menghampiri Taeguk. Tetapi ia berusaha seperti tak melihat presensi pria kecil itu di sana.

"Permisi Paman, bisa kau bungkuskan satu permen kapasnya? Yang berwarna ungu, tolong," pinta Taehyung sembari melempar senyum kotaknya.

Pria itu tetap tak melirik keberadaan Taeguk sama sekali di sana, bukannya tak mau. Ia hanya terlalu mengerti setiap sifat Taeguk yang tak mau diganggu ketika merasa ingin sendiri. Jadi, Taehyung hanya memutuskan untuk memancing pria kecil itu agar dia yang menyapanya terlebih dulu.

"Paman?" ucap Taeguk lirih.

"Astaga, Taeguk! Sejak kapan di sini? Kau membuatku hampir terkena serangan jantung," jawabnya dengan mengelus dadanya, selalu di lebih-lebihkan memang.

Namun tak ada jawaban dari sang pria kecil, Taehyung mengacak rambutnya frustrasi. Tak dapat menemukan hal spesial yang bisa membujuk Taeguk untuk berbicara dan melupakan apa yang baru saja terjadi terhadapnya.

"Untuk apa membeli permen kapas? Paman kan sudah tua."

Taehyung tersentak akan kalimat yang tiba-tiba Taeguk lontarkan.

Astaga mulut pria menggemaskan ini. Diturunkan dari siapa sebenarnya?

"Ey, Paman sudah tua tetapi tetap tampan. Jadi, tidak ada larangan untuk membeli apapun karena ketam—"

Belum selesai Taehyung memuji dirinya sendiri, Taeguk memotong perkataannya sembari memasang wajahnya yang sendu.

"Paman, mengapa ibu melakukan itu padaku?" Pria kecil itu menggembungkan pipinya, seolah-olah mengadu atas apa yang telah terjadi.

Namun tak ada yang bisa Taehyung katakan, pria itu hanya diam. Mencoba mencari kata yang tepat untuk menjawab bocah kecil dihadapannya.

"Paman mengapa diam? Apa aku nakal? Ini ... sakit."

Taeguk menunjukkan sedikit memar di pundaknya. Hati Taehyung berderit nyeri, membayangkan bagaimana Hera melakukan hal seperti ini pada Taeguk.

"Kau ingin menangis?" tanya Taehyung sembari mengelus kepala pria kecil itu.

Namun hanya gelengan yang ada, walaupun Taehyung tau ada sungai yang telah penuh dimata Taeguk yang berusaha ditahan sampai menimbulkan kaca yang terdapat dirinya dalam mata kecil itu.

"Tak apa menangis. Pria hebat itu bukannya pria yang tak pernah menangis, namun pria yang bisa memahami segala situasi disekitarnya dengan baik."

Tangisnya pecah, bibir kecil itu melengkung sampai hampir membentuk setengah lingkaran penuh. Tangan kecilnya yang terus menghapus setiap buliran air matanya yang keluar.

"Tapi Paman, aku tidak suka ketika ibu terus membentakku untuk pergi keluar rumah atau bersembunyi. Aku ... juga ingin menolong Ibu."

Taehyung merengkuh buntalan kecil itu dalam peluknya, turut merasakan segala perasaan atas perkataan yang teramat sangat jujur dari mulut Taeguk.

Mengiyakan segala ucapan Taeguk bahwa ia pun ingin menolong Hera. Sama besarnya seperti yang Taeguk inginkan.

"Kita akan menolongnya, Sayang—bersama. Kau mengerti?"

Yang kemudian hanya ada hening dan kehangatan pelukan Taehyung yang memenuhi Taeguk. Pemandangan yang menggemaskan memang ketika dilihat dari sudut pandang orang sekeliling yang melihatnya. 

🐯🐯

Gimana? Ada yang ingin disampaikan? 😂

EPOCH Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang