Kesedihan yang Ditutupi

3.7K 307 26
                                    

"Oper ke sini!"

Teriakan itu kembali terdengar, membuat Arka tersenyum miris. Dirinya saat ini duduk di pinggir lapangan, menatap teman-teman sekelasnya yang asyik berolahraga. Sementara Arka tidak bisa mengikuti kegiatan tersebut.

Bunda memang sudah mewanti-wanti agar Arka tidak terlalu lelah. Ditambah dengan larangan Bunda untuk mengikuti pelajaran olahraga hari ini. Padahal, olahraga adalah salah satu mata pelajaran yang Arka sukai.

Menyebalkan, batin Arka bersuara. Tangannya memainkan ranting, lalu mengorek-ngorek pasir. Berusaha mencari suatu hal yang menyenangkan, tapi gagal.

Hanya karena kecemasan Bunda, Arka jadi tidak bisa melakukan hal yang disukainya. Ia harus rela hanya bisa melihat dari pinggir lapangan. Bunda memang terkadang bersikap berlebihan. Padahal, Arka yakin ia dapat mengikuti olahraga hari ini.

"Kenapa nggak gabung ke sana?"

Arka menoleh, menatap ke arah Afkar yang duduk di sebelahnya. Sejenak, Arka menyernyit, memikirkan kenapa bisa-bisanya Afkar duduk di sebelahnya, bukannya ikut bermain di lapangan.

"Oh, gue baru aja digantiin," ucap Afkar, seolah mengetahui isi pikiran Arka, "lo kenapa nggak ikut main?"

Arka menunduk dan menggelengkan kepalanya perlahan. "Lo tahu kalau gue nggak boleh ikut olahraga untuk sementara waktu," jawabnya.

"Kenapa?"

"Nggak kenapa-napa. Orang tua gue mungkin takut kalau gue jatuh lagi dan malah nyakitin diri gue sendiri." Arka berujak pelan. Ia menghela napas panjang sebelum akhirnya mendongakkan kepala dan meluruskan kedua kakinya. "Mungkin ini yang terbaik. Gue nggak ikut olahraga dulu."

"Oh, soal kaki lo---" Afkar melirik ke arah lutut Arka, "---nggak ada masalah 'kan?"

Arka diam sejenak. Lalu, senyum lebarnya muncul. Ia pun menjawab, "semuanya dalam kendali!"

~l a s t t i m e~

Last TimeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang