"Arka hari Senin ulang tahun!" Arka berucap heboh begitu ia duduk di meja makan. Tubuhnya sudah dibalut dengan baju muslim khas seragam sekolahnya. Senyum lebar tampak di wajahnya. "Lima belas tahun."
Bunda yang sedang membuat teh untuk Ayah, lantas terkekeh geli. Dengan secangkir teh penuh cinta, Bunda ikut duduk di meja makan. Tepat di sebelah Ayah, di hadapan putra satu-satunya tersebut.
"Iya, lima belas tahun. Kamu mau kado apa?" Bunda bertanya. "Hmmm, kalau Bunda, sih, udah nyiapin kado paling spesial buat kamu."
Binar di mata Arka semakin terlihat jelas. Menambah kesan indah di manik cokelatnya tersebut. Senyumnya lebar, tampak hangat.
"Kado? Kado apa?"
"Doa," jawab Bunda, "karena sebaik-baiknya kado adalah doa."
Senyum Arka luntur. Iya, benar, hadiah terbaik adalah doa. Apalagi dari sang bunda. Tapi, Arka 'kan ingin hadiah yang terlihat fisiknya.
Bunda tertawa pelan begitu menyadari raut wajah Arka yang berubah drastis. Ia menyenggol lengan Ayah. "Kasih tahu, Yah. Kita udah nyiapin kado terbaik. Iya 'kan?"
"Iya, doa." Ayah menimpali setelah menyesap tehnya. "Doa biar kamu panjang umur, sehat selalu, jadi orang sukses, bisa jadi kebanggaan Ayah sama Bunda. Bagus 'kan doa-doanya?"
Doa-doa yang Ayah ucapkan memang umumnya juga diucapkan oleh orang lain. Tapi, entah kenapa ada efek tersendiri pada diri Arka. Membuat tanpa sadar kedua bola matanya tergenangi cairan bening. Hangat, hingga cairan tersebut mengalir melalui sudut matanya.
"Tuh, terharu 'kan kamu?" Bunda berucap menggoda. Arka langsung menghapus air matanya. "Gimana? Bagus nggak hadiah dari Ayah sama Bunda?"
"Iya, deh. Buat Bunda sama Ayah tersayang," ujar Arka pada akhirnya. Senyum tulusnya terbit. Begitu indah di balik wajahnya yang tampak pucat. "Makasih, Bun, Yah. Arka tahu, doa Bunda sama Ayah pasti yang bakalan dikabulin."
Ayah tampak tersenyum tipis. "Ayah sama Bunda udah ngasih kado. Feedback dari kamu apa?"
"Feedback?" Alis Arka tertaut. "Oh, Arka bakal jadi orang yang sukses. Arka bakal buat Bunda sama Ayah bangga suatu hari nanti. Setelahnya, Arka mau bangun rumah buat Bunda sama Ayah, yang ada tamannya. Gimana?"
Ayah menganggukkan kepalanya perlahan dan bergumam. "Boleh juga."
~l a s t t i m e~
A/n
Me be lyke: Arka, jangan menjanjikan sesuatu yang belum tentu kamu tepati :")
Btw, sejujurnya cerita ini udah aku kasih judul di setiap partnya. Tapi, aku malah melebarkan cerita ini. Maksud aku, tadinya mau to the point. Tapi, malah jadi aku lambat lambatin wkwk
KAMU SEDANG MEMBACA
Last Time
Ficção AdolescenteIni kisah tentang Melvino Zayyan Arkana, cowok berusia lima belas tahun yang didiagnosis menderita penyakit berbahaya tepat di hari ulang tahunnya. Bagi Arka, dunianya hancur saat itu. Mungkin saja, kematian bukanlah hal yang menyakitkan, dibanding...