"Jangan asal menilai seseorang dari penampilannya. Kenali dulu latar belakang dan kepribadiannya. Tak selamanya penampilan buruk yang terlihat dipandang mata, sama buruknya dengan apa yang ada dalam hatinya."
Minggu pagi yang membuat orang malas untuk beranjak dari tidur, terutama Winda. Tetapi tidak untuk hari ini.
Langkah gontai gadis setinggi 155 cm itu menuruni tangga dengan rok maroon semata kaki dan jaket abu-abunya menutupi kemeja kotak-kotak maroon putih yang dikenakannya. Kacamata minus bertengger manis di hidung mancungnya, jilbab berwarna senada dengan roknya pun menutupi kepalanya, menambah kecantikkannya berkali lipat.
"Win, pagi-pagi gini tumben udah rapi, biasanya masih molor di kamar. Mau ke mana?"
"Biasa, Ma. Banyakin isi rak." Winda melihatkan cengiran kudanya.
"Oh, beli buku lagi?"
Winda mengangguk. Lantas menghampiri Mamanya yang sedang memotong sayur di dapur.
"Aku tuh buat target lagi, Ma. Tergetku dapetin nilai 85 di ulangan harian Fisika. Kalau aku bisa capai target, aku boleh beli buku. Nah, kemarin nilainya dibagiin. Mama tahu aku dapat nilai berapa?"
"Hmm, 85?" tebak Anggita asal.
Winda menggeleng cepat, "Bukan, Ma, 90. Aku seneng banget," ucap Winda senyum kegirangan.
"Pertahanin, Win. Jangan sampai merosot. Kalau bisa tingkatin lagi."
Wanita paruh baya itu memeluk anak gadisnya penuh kasih sayang. Dia kagum atas usaha anaknya selama hampir tiga tahun ini.
Anggita ingat betul dulu saat putrinya itu duduk di bangku SMP. Setiap pulang sekolah, dia menangis karena selalu di-bully teman-temannya karena otaknya yang di bawah rata-rata. Ditambah lagi kesederhanaan Winda dalam penampilan seperti rambut yang dikucir dua, sangatlah pas buat orang-orang mengatakan 'cupu' padanya.
Ah, mengingat itu saja membuat dada Anggita sesak.
"Ya udah, Ma. Winda berangkat. Assalamualaikum." Winda menyalami punggung tangan mamanya.
"Eh, nggak nunggu sarapan dulu? Ini mama tinggal nyayur aja."
"Enggak, Ma. Cuma bentar kok," teriak Winda setelah hampir menghilang dari pandangan Anggita.
***
Matahari tampaknya malu-malu untuk muncul hari ini. Winda akhirnya memilih untuk membawa mobil. Takut kalau di perjalanan nanti tiba-tiba turun hujan.
Rupanya jalanan tak mendukung. Jalan Jendral Sudirman memang sering kali macet. Apalagi kini Winda berada tidak jauh dari simpang empat yang pergantian warna lampu lalu lintasnya untuk menjadi hijau terkenal cukup lama.
"Ck, kalau tahu bakal macet gini, mending tadi ke toko buku yang satunya aja," oceh Winda menyesali pilihannya.
Winda pikir akan lebih cepat jika ke toko buku yang berada di Jalan Jendral Sudirman ketimbang ke toko buku yang berada di Jalan Magelang.
Merasa bosan menunggu lampu lalu lintas berubah warna, Winda menyalakan musik berjudul love yourself yang dinyanyikan oleh Justin Bieber demi membuat waktu menunggunya tak terasa lama.
Kurang lebih satu jam kemudian, Winda sudah berada di sebuah toko buku yang cukup besar yang ada di kota Pelajar alias Yogyakarta itu.
Biasanya kalau tidak macet, untuk menempuh perjalanan ke toko buku tersebut hanya memakan waktu kurang lebih tiga puluh menit saja. Tapi sepertinya Dewi Fortuna sedang tidak berbaik hati padanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pelik Ananta
Novela JuvenilInilah cerita hidupku yang pelik. Saking peliknya, lebih memusingkan daripada memecahkan soal fisika maupun matematika, juga lebih sulit dibanding bermain rubik. ~Selfiana Winda Hasibuan.~ Selfiana Winda Hasibuan, gadis cantik berkacamata yang cukup...