🦑 八 | Kali Kedua (2) 🦑

26 2 0
                                    

Ruangan tanpa penerang adalah hal pertama yang ditangkap penglihatan Winda ketika sadar.

Mulutnya diplester, kakinya terikat, dan tangannya diikat melingkari tiang.

"Wah, sudah sadar kau rupanya," ucap salah satu pria kekar saat melihat Winda sudah siuman.

Winda meronta ketika pria itu semakin mendekat.

Pria itu menampar Winda. Winda melotot dan semakin memberontak. Ia tidak mau diapa-apakan pria tidak berotak di depannya.

Semakin Winda memberontak, lelaki itu bukannya menjauh malah semakin mendekat.

Melihat tingkah Winda, lelaki itu tersenyum sembari menggoda Winda. "Diamlah gadis bodoh. Kau tidak bisa keluar dari sini. Berteriak pun tidak akan berhasil. Mustahil akan ada super hero yang menolongmu di tempat sepi seperti ini."

Semakin cemas, Winda menendang wajah penjahat itu dengan kedua kakinya yang terikat ketika pria itu hampir menyentuhnya.

Pria itu terjatuh ke belakang. Beberapa saat kemudian, Winda mendapat pukulan di wajahnya.

"Win Winda. Lo di mana?"

Suara itu mengalihkan perhatian pria kekar yang tak henti-henti memukulinya. Lantas pria itu berdiri, siap siaga dan waspada dengan keadaan.

Winda mengenal suara serak itu. Jika kau mengira itu suara Hendra, maka kau mendapatkan nilai nol. Karena bukan suara Hendra. Mana mungkin Hendra peduli padanya sedangkan pria itu sendiri sudah memiliki pacar. Itu suara Ihsan. Walau belum lama dekat dengan lelaki itu, Winda sudah mulai bisa menghafal suara khasnya yang serak dan besar.

Dengan kaki dan tangan yang diikat, serta bibir terplester membuat Winda susah payah memberi kode kalau dirinya ada di dalam ruangan itu.

Winda menjulurkan lidahnya ke sela-sela bibir, membuat celah di sana agar lem di plester tidak lagi melekat. Setelah berhasil, Winda berteriak minta tolong dengan sisa tenaga yang dimilikinya.

Mendengar itu, Ihsan langsung berlari mendekati asal suara. Lantas menggedor-gedor pintu.

"Win, lo di dalam? Lo baik-baik aja, 'kan?"

"Win, kalau lo deket pintu, menjauhlah. Gue bakal dobrak pintunya."

Beberapa kali tendangan, akhirnya pintu berhasil terbuka. Sejurus kemudian Ihsan mendapat serangan cukup keras di kepalanya hingga tubuhnya tersungkur ke lantai. Dia tidak siap. Ihsan juga tidak menyangka akan mendapat serangan secepat ini.

Ihsan pura-pura lemas. Saat pria kekar itu menunduk dan hendak menghajarnya lagi, barulah Ihsan beraksi. Ia memelintir tangan pria kekar itu lantas mendorongnya ke belakang hingga membentur tembok.

Tidak berhenti sampai situ. Dengan gerakan cepat, Ihsan langsung mencengkeram baju dekat leher pria itu dan melayangkan tinju ke bagian wajah dan perutnya.

"Hai anak muda, kau mencari gadis ini, 'kan?" kata pria kekar satunya lagi sembari menodongkan pistol ke pelipis Winda.

"Cukup! Lepaskan gadis itu!" teriak Ihsan.

Pria kekar itu tertawa mengejek, "Tidak semudah itu anak muda."

"Sebenarnya apa mau kalian?"

"Apa lagi kalau bukan mau mencari uang," jawab pria yang memegang pistol di dekat Winda dengan enteng.

"Dasar mata duitan!" Dengan gerakan cepat, Ihsan mencengkeram tangan pria kekar itu dan mengarahkan pistol ke kepala si penculik.

"Katanya mau mencari uang. Ini mau mencari uang atau mau bunuh diri?" sinis Ihsan.

Pelik AnantaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang