19. Golden Ticket

3.2K 756 38
                                    

Cha Eunwoo hanya bisa terdiam di kamarnya. Kepalanya sakit dan tidak ada yang terlintas mengenai pelakunya. Sejak tadi yang dilakukan hanya mengigiti kuku jarinya, kebiasaannya saat gugup. Eunwoo tak pernah merasa seperti ini, terakhir ketika ia harus menyewa kamar apartemennya ini--karena saat itu dia masih dibawah umur.

"Bagaimana ini," ujarnya pada diri sendiri. Eunwoo mengeluarkan ponselnya setelah menimbang beberapa saat. Dia memotret kamarnya yang berantakan kemudian mengirimnya pada Jaehyun.

Eunwoo
Send a photo.
Aku harus bagaimana sekarang?

Jaehyun tak menjawab bahkan setelah dua jam berlalu. Kini yang Eunwoo lakukan hanyalah menjambak rambutnya sendiri. "Sialan!" Ujarnya kesal.

Satu alis Jaehyun naik ketika pesan Eunwoo masuk. Sedetik setelah pesan itu dibuka wajahnya langsung memerah, kemarahan terlihat jelas di sana. Jaehyun hanya perlu memastikan bahwa ia tak terlibat dan ia tahu harus ke mana. Pemuda Jung langsung keluar dari kamarnya dan masuk ke mobilnya, ada satu tempat yang harus ia datangi.

Jika Eunwoo akan tenggelam, setidaknya Jaehyun harus segera mencari sekoci untuk menyelamatkan diri.

Jennie Kim mengerutkan keningnya saat ia mendapati Hwang Minhyun di ruang direktur. Lelaki itu menatapnya dengan senyum yang hangat, namun Jennie jelas melihat mata Minhyun tengah mengeluarkan laser. "Selamat pagi, reporter Kim. Aku mendengar banyak hal tentangmu." Tangan Minhyun terulur, masih dengan senyum yang hangat.

Jennie meraihnya, "semoga yang kau dengar adalah hal yang baik."

Minhyun memberi tanda agar Jennie duduk di sofa dan gadis itu menurut. "Jadi, aku dengar kau melakukan investigasi di sekolahku."

Sudut bibir Jennie naik, "sekolah mana yang kau maksud? Aku tak tahu jika-"

"Seungri High School, tepatnya kasus nona Park." Ujar Minhyun santai sambil meminum kopinya. "Aku tahu jika kasus itu menarik reporter muda sepertimu, tapi kau tahu reporter Kim, itu sesuatu yang tak perlu dilakukan."

Jennie menyisir rambutnya ke belakang, rasa kesal mulai muncul. "Kenapa menurutmu begitu? Bagiku-"

Minhyun menggoyangkan jari telunjuknya, "Reporter Kim, kau tidak memiliki hak untuk bicara saat ini. Kau hanya boleh mendengar. Aku akan membuatmu menjadi pembaca berita, jadi semua-"

Jennie langsung berdiri, "mohon maaf, aku hanya melakukan perintah dari direktur Gong Yoo."

Minhyun berdiri, mengusap dagunya. "Sayangnya, Gong Yoo sudah aku berhentikan." Ucapan itu membuat Jennie terkejut, ia kemudian melanjutkan. "Jadi, kau hanya punya dua pilihan. Mengikuti perintahku atau berhenti."

Jennie langsung melepaskan tag namanya dan menaruhnya di atas meja. Minhyun mengangguk. "Pilihan yang bagus. Aku tak akan menahan kalau begitu."

Jennie mengangguk kemudian membungkuk kecil untuk pamit dan meninggalkan ruangan. "Ada fakta yang harus kau tahu, reporter Kim, bagiku mengendalikan media sangat mudah. Tahu kenapa?"

Jennie diam sambil memegang gagang pintu. Perempuan itu berbalik, menatap lurus ke mata Hwang Minhyun dengan sebuah senyuman. "Karena kau adalah Hwang, raja dari segala bidak catur. Itu menurutmu. Aku akan jadi penentu bahwa kau akan hancur, bersama dengan keluargamu." Jennie berhenti dan kembali menunduk kecil, "aku permisi."

Park Chanyeol dan Kim Kai berada di depan pintu ketika Jennie keluar. Jennie tak melakukan apapun, hanya menepuk pundak keduanya. "Aku akan menempuh jalanku sendiri, tapi akan kupastikan mereka akan mendapatkan balasan."

Kai menghela, "kau pikir aku akan membiarkannya? Direktur sudah mempercayaiku, jadi paling tidak aku harus menyelesaikan ini."

Jennie menggeleng, "ini akan berbahaya. Lagipula kita butuh orang yang berjaga di sini."

school 2019Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang