Selesai upacara, murid-murid dibebaskan selama dua puluh menit untuk melakukan aktivitas masing-masing.
Ada yang melaksanakan piket kelas, mengobrol dengan temannya, keliling sekolah, perpus dan yang paling banyak ialah ke kantin untuk menghabiskan uang ataupun hanya untuk duduk santai menikmati keramaian.
Begitu juga dengan Shea dan Mita, mereka berdua sama-sama pergi ke kantin untuk mengambil tas Shea yang sempat dititipkan ke Nyai-pekerja kantin.
Shea mendesah berat, "Huh, ramai banget, sih mit!"
Mita berdecak kesal, "Ya jelas lah, sha, namanya juga kantin. Kalau sepi itu namanya kuburan." Kesal Mita, "Nggak usah malu, ada gue." Tambahnya.
Shea tersenyum sembari geleng-geleng kepala. Tidak ada yang berubah dari sahabatnya itu.
"Yaudah, ayo buruan!" Ajak Mita. Ia berjalan lebih dulu dan langsung disusul oleh Shea.
Sesampainya di kantin bagian paling pojok itu, Mita menatap Shea yang malah diam dan tidak segera masuk.
"Kenapa?" Tanya Mita heran sekaligus penasaran.
"Kok banyak murid cowok sih, mit?"
"Langganan murid cowok memang disini. Udah, nggak papa. Mereka nggak akan ngapa-ngapain lo kok. Tenang aja."
Shea berdecak, kenapa Mita harus menitipkan tasnya pada warung tempat nongkrong para siswa?
Shea berjalan ragu memasuki warung kantin paling pojok yang tengah dikerubungi oleh para murid yang kebanyakan laki-laki. Dan parahnya lagi, mereka tak henti-hentinya menatap Shea penasaran.
Ketika sampai di pintu kantin, Shea tak sengaja menabrak seseorang yang membuatnya harus tersungkur seperti tadi pagi.
'Aduh! Sial!' Gerutu Shea sambil mengibas-ngibaskan tangannya.
"Lo lagi lo lagi. Demen banget, sih lo nabrak gue! Nggak ada kerjaan lain?" Ketus lelaki itu.
Suara itu terdengar familiar di telinga Shea. Sedetik kemudian ia mendongak keatas, melihat seseorang yang juga tengah menatapnya sembari membawa segelas lemon tea ditangannya.
Shea mengigit bibirnya.
'Kok dia bisa ada disini, sih? Bukannya tadi bolos, ya?' Batin Shea bertanya-tanya.
Tak ingin berlama-lama menatap lelaki itu, Shea segera menunduk. Jujur ia malu dengan posisi tubuhnya saat ini. Duduk tergeletak di lantai dan ditatap oleh semua murid yang berada di kantin.
"Lo mau gue tumpahin lemon tea ke baju lo?"
Tidak ada jawaban, dan itu membuat kantin mendadak hening. Pasalnya semua murid yang berada disana sangat antusias melihat drama dadakan didepan mereka. Mereka memilih diam karena tidak tahu harus berbuat apa.
Shea yang masih menunduk tidak tahu harus menjawab apa. Lidahnya serasa kelu. Bingung bahkan tidak mampu mengatakan apapun.
"Berdiri!" Suara lelaki itu berubah, tidak galak seperti tadi.
Sontak Shea mengerjapkan matanya saat melihat tangan putih yang terulur didepannya.
"Denger gue nggak, sih? Berdiri!" Perintahnya lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
SHEAN
Teen FictionBersamanya aku menemukan diriku yang sesungguhnya. ♡-Bukan pertemuan jika tidak berunjung perpisahan. ♡-Bukan cinta jika selalu bahagia. ♡-Bukan cinta jika selalu abadi. Tetapi apakah seseorang tidak akan pernah merasa bahagia? Tentu saja jawabannya...