16). Dekat dengannya?

186 7 5
                                    

Tatapan tajam masih menghiasi wajah tampannya. Lelaki itu semakin kuat mencekal tangan Manda, tak peduli dengan rintihan gadis itu yang berusaha berkali-kali untuk melepaskan diri.

"Brian lepasin!" Titah Manda kesakitan. Ia terkejut dengan kedatangan Brian yang tiba-tiba.

"Nggak." Balas Brian tajam. Wajah seramnya membuat aura di lorong itu semakin mencekam. Para murid dari kelas sepuluh dan sebelas juga mulai berdatangan setelah mengetahui ada kegaduhan. Tak terkecuali Mita, Lola dan teman-teman Brian.

Pandangan Mita yang semula menatap Brian dan Manda, kini teralihkan oleh gadis yang berada di hadapan mereka. Sepertinya Mita mulai tahu akar permasalahannya.

"Brian..ihh..sakit. Lepasin!" Manda terus meronta.

"Lo apain aja dia?" Tanya Brian sembari melirik Shea sekilas.

"Gu..gue nggak apa-apain dia,"

"Bohong!"

"Gue serius, yan."

"Bohong, yan. Dia bohong!" Sahut Davy yang berjalan kearah mereka. "Gue tadi lihat kok dia narik rambut Shea sampai Shea hampir nangis kesakitan. Makanya gue panggil lo, yan. Dasar nggak punya hati! Mentang-mentang lo ditakuti murid-murid karena ancaman lo yang nggak pernah main-main, lo bisa seenaknya sama anak orang?"

Manda memelototi Davy tajam, lelaki yang notabene sahabat yang paling dekat dengan Brian itu selalu saja membuatnya terpojok. Sedangkan yang ditatap malah menjulurkan lidahnya, bermaksud mengejek. Manda semakin kesal.

Pandangan Manda teralihkan saat Brian kembali menguatkan cekatannya.

"Aduh, Brian lepasin! Lo apa-apaan, sih?!" Teriak Manda.

Dan pada akhirnya Brian melepaskan cekatannya. Manda bernapas lega dan segera mengusap-usap tangannya yang sudah memerah.

"Untung aja lo cewek. Kalau nggak gue akan habisin lo detik ini juga."

Manda menelan saliva dengan susah payah. Sebenarnya ia takut dengan lelaki dihadapannya saat ini, tapi disisi lain ia sangat mencintainya. Jadi ia berusaha untuk terlihat tegar.

"Sampai kapan lo berhenti buat gangguin orang yang deket sama gue?"

"Emang lo deket sama dia?" Tunjuk Manda sinis pada Shea menggunakan dagunya. "Kalian itu cuma sebatas teman sebangku. Nggak lebih!"

"Kalau suatu saat nanti gue beneran deket sama dia, lo mau apa?"

Kali ini bukan Manda lagi yang tergelak, tetapi Shea. Mendengar kalimat Brian tadi, membuatnya kembali merasakan desiran aneh dihatinya. Di benak Shea mulai muncul berbagai pertanyaan. Dekat dengan Brian? Suatu saat nanti? Apa maksudnya?

"Gue nggak akan tinggal diam. Gue cinta banget sama lo, yan. Bahkan sebelum masuk SMA ini gue itu udah suka sama lo." Ungkap Manda. Ini memang bukan pertama kalinya ia mengungkapkan perasaannya pada Brian. Berkali-kali ia sudah mencoba dan berkali-kali juga ia ditolak mentah-mentah.

"Terus, urusannya sama gue apa?"

Kekesalan Manda semakin menjadi-jadi. Brian selalu menganggap perasaannya adalah sesuatu yang tak penting. Bahkan ia selalu bersikap acuh saat Manda berusaha mendekatinya. Padahal setiap murid laki-laki berebutan untuk mendekatinya. Namun berbeda dengan Brian. Semakin didekati ia semakin menghindar dan cuek dengan sekitar.

"Ya, gue pengen lo balas cinta gue. Bertahun-tahun gue nunggu supaya lo peka, tapi sikap lo ke gue itu sama aja. Gue kurang apa, sih, yan di mata lo?" Tanya Manda dengan nada suara mulai merendah. Ia memang sudah lama menunggu Brian untuk membalas cintanya, namun waktu itu tak kunjung datang. Murid-murid lantas mulai menatap Manda iba. Mereka tahu jika Manda sudah cukup lama mencintai Brian dan tidak kunjung-kunjung mendapat balasan.

SHEANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang