Kring...
Bel pulang sekolah berbunyi sangat nyaring. Para murid sudah mulai keluar dari kelasnya masing-masing. Tak terkecuali kelas XI-IPA 1 yang memang sudah menanti-nantikan bunyi bel itu.
Shea baru saja keluar dari kelasnya, disusul oleh teman-temannya yang lain. Ada yang melempar senyum kearahnya, ada juga yang menatapnya sinis. Namun, Shea berusaha tak memperdulikan semua itu. Percuma juga memperdulikan sesuatu yang tidak penting untuk diperdulikan.
Ketika hampir sampai di anak tangga, langkah Shea terhenti kala mendengar seseorang memanggil namanya dari belakang. Shea menoleh dan mendapati Lola yang tengah berlari kecil kearahnya.
"Kenapa?" Tanya Shea.
"Mita mana?" Tanya balik Lola. Napasnya sedikit tersengal-sengal karena efek berlari kecil tadi.
"Udah turun duluan."
"Cepat banget,"
"Katanya, sih, mau siap-siap buat nanti."
Lola menggeram kesal, "Tuh anak bener-bener, ya. Gue suruh tungguin malah di tinggal." Gerutunya.
"Emang ada apa, sih?"
"Gue mau nitip dia suruh beliin es kacang ijo."
"Ha? Lo nyariin Mita cuma pengen nitip itu?"
Lola mengangguk.
"Di pinggiran jalan juga banyak kali, la, yang jualan kayak gitu."
"Iya gue tahu," Lola kembali berjalan, begitupun dengan Shea. "Tapi kata Mita disekitar kompleknya ada yang jualan es kacang ijo yang rasanya enak banget. Ngiler gue, sha dengernya." Ucap Lola diplomatis.
"Lo kayak nyidam aja, la." Celetuk Shea disertai tawa.
Lola mendorong bahu Shea kesal, "Sembarang!"
"Aduh.." Shea agak kehilangan keseimbangan, namun ia masih sempat tertawa.
"Ketawa aja terus," Kesal Lola.
Shea tetap mempertahankan tawanya.
"Lo itu aneh, ya sha," Ucap Lola membuat Shea menghentikan tawanya.
"Maksudnya?"
"Ya, aneh."
"Aneh gimana?" Tanya Shea tak sabar.
Lola mengambil jeda, "Tadi di kelas murung terus. Sekarang ketawa-ketawa sendiri kayak orang gila."
Shea tersenyum, "Hanya itu, la, yang bisa gue lakuin buat nutupin semua kesedihan gue." Shea mengutarakan apa yang ada didalam hatinya.
"Maksudnya?" Tanya Lola tak mengerti.
Lagi-lagi Shea tersenyum, "Nggak, nggak papa. Nggak usah dipikirin."
Mau tak mau Lola mengangguk mengiyakan. Walaupun sebenarnya ia juga ingin tahu.
Diam sejenak.
"Oh, iya, sha. Pulang bareng gue yuk." Tawar Lola. Ia berusaha mencari topik lain. Topik yang tadi sudah berubah serius.
Shea menghentikan langkahnya, begitupun sebaliknya. Kemudian ia menatap Lola dengan mata berbinar. Mungkinkah ini kesempatan untuknya agar bisa menghindar ajakan dari Brian?
"Sekalian gue mau mampir ke swalayan yang ada didekat komplek lo. Mau beli kado ulang tahun sepupu gue." Lanjut Lola.
"Swalayan mentari?"
"Iya. Gimana? Mau nggak?"
Shea berfikir sejenak. Tawaran Lola mungkin akan sangat membantunya untuk menghindar dari ajakan Brian yang menyuruhnya untuk pulang bersama. Dan kebetulan juga Brian dan teman-temannya masih berada di kelas. Jadi, inilah waktu yang tepat untuk Shea menghindar darinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
SHEAN
Teen FictionBersamanya aku menemukan diriku yang sesungguhnya. ♡-Bukan pertemuan jika tidak berunjung perpisahan. ♡-Bukan cinta jika selalu bahagia. ♡-Bukan cinta jika selalu abadi. Tetapi apakah seseorang tidak akan pernah merasa bahagia? Tentu saja jawabannya...