Akhirnya Mita dan Shea sampai dikelasnya. Shea berulang kali mengambil dan menghembuskan napas dalam-dalam. Ia tidak menyangka jika kelas Mita ternyata setinggi ini. Ia kira dari bawah sana anak tangganya tidak setinggi dan sebanyak ini. Akan tetapi, perkiraannya salah.
"Ayo, masuk!" Ajak Mita. Kini mereka tengah berdiri di samping pintu kelas XI IPA-1.
"Bentar dulu, mit. Gue masih capek," Ucap Shea dengan napas tak beraturan.
"Shea, Shea. Baru pertama kali lo naik udah capek. Terus hari-hari seterusnya gimana? Minta dibangunin lift?"
"Ya, nggak gitu juga kali, mit. Ini baru pertama, jadi wajar dong gue capek. Nanti lama-lama juga terbiasa. Lagian ini sekolah kok aneh, ya."
"Aneh gimana?"
"Ya, aneh. Masa iya kelas dua belas paling bawah, kelas sepuluh ditengah, kelas sebelas paling atas. Kenapa nggak diurutin sekalian, sih?"
"Mana gue tahu lah, sha. Bukan gue yang bangun sekolah ini."
"Jadi waktu lo pertama kali masuk sekolah ini posisinya udah kayak gini?"
Mita mengangguk, "Iya."
Shea manggut-manggut seraya mengamati bangunan besar sekolah ini. Memang lebih besar dari sekolahnya yang dulu.
"Udah, kan capeknya? Keburu bu Diana sampai sini nanti."
Shea menurut dan mengikuti Mita yang sudah masuk ke kelasnya.
Semua murid yang berada di kelas itu menoleh kearah Mita yang mengucapkan salam. Lalu setelah melihat siapa yang diajak oleh Mita, mereka mulai antusias. Terutama para siswa yang paling senang jika ada murid baru yang cantik lagi. Seperti Shea misalnya.
Memang sekarang tidak ada guru yang mengajar dikelas XI IPA-1 karena seperti yang dikatakan bu Diana, bahwa ia akan menyusul karena ada suatu urusan. Dan pastinya kelas akan ramai karena murid yang bisa bebas, bergosib ria dan ada juga yang tidur.
Tetapi setelah kedatangan dua gadis itu, mereka segera memperbaiki duduknya dan yang pura-pura tertidur langsung mendongak dan segera merapikan seragam dan rambutnya. Tabiat kaum lelaki. Suka caper sana sini.
"Busyet, deh mit. Siapa tuh yang lo bawa?" Tanya salah satu murid laki-laki.
"Kepo lo!" Judes Mita yang masih berdiri diambang pintu.
"Judes amat jadi cewek. Suami lo nanti bakalan kabur dari pelaminan gegara istrinya terlalu judes, cerewet, cuek!" Celetuk siswa lainnya diiringi gelak tawa seisi kelas.
"Tau apa lo tentang hidup gue, ha?" Sentak Mita tak terima.
"Nanti biar gue aja yang gantiin. Ya nggak, mit?" Sahut Kevin yang berada di bangku kedua dekat jendela, namun kali ini bukan diiringi gelak tawa, tapi malah siulan dan sorakan yang terlihat meremehkan.
"Idih, amit-amit!!" Mita bergidik. Membayangkan dia dan Kevin akur saja sudah membuatnya ngeri. Apalagi menjadi, oh no! Tidak akan pernah!
"Eh, biasanya yang amit-amit bakalan jadi kenyataan, lho." Sahut Ganish.
"Lebih baik gue jomblo selamanya dari pada nikah sama cowok kayak dia!" Balas Mita dengan nada meninggi dan lirikan tajam kearah Kevin.
KAMU SEDANG MEMBACA
SHEAN
Teen FictionBersamanya aku menemukan diriku yang sesungguhnya. ♡-Bukan pertemuan jika tidak berunjung perpisahan. ♡-Bukan cinta jika selalu bahagia. ♡-Bukan cinta jika selalu abadi. Tetapi apakah seseorang tidak akan pernah merasa bahagia? Tentu saja jawabannya...