"Eh, ada bu Siska." Ucap Lola sambil tersenyum kikuk. Begitu juga dengan Mita.
Bu Siska berjalan mendekat kearah kedua murid perempuannya itu.
"Kenapa teriak-teriak?" Tanya bu Siska datar.
"Eh, anu bu, itu, kami..kami.."
"Kami apa?!" Bentak bu Siska. Guru yang satu ini memang terkenal killer. Apalagi kalau ada murid yang menganggu ketenangan UKS, pasti ia akan marah dan tidak segan-segan melaporkan murid itu ke BK. Entahlah, sekolah ini memang penuh dengan guru-guru killer.
Keduanya sama-sama tersentak. Suara bu Siska amat memekik telinga, melebihi teriakan Lola tadi. Bahkan, anak-anak PMR yang berada di UKS juga mengintip dari bilik kamar setelah mendengar suara keras bu Siska.
"Kami..." Mita sengaja menginjak kaki Lola sedikit keras agar gadis itu tidak tergagap dengan ucapannya.
"Kami ingin melihat keadaan Shea," Ujar Lola cepat sekali napas.
"Ya kan, Mit?" Kini giliran Lola yang menginjak kaki Mita.
"Eh iya, bu. Kami ingin melihat keadaan Shea." Kata Mita sambil menahan rasa sakit pada kakinya.
Bu Siska menatap kedua murid didepannya penuh selidik.
"Bu Siska nggak percaya, nih?"
Bu Siska manggut-manggut, "Oke. Silahkan. Tapi ingat! Jangan buat keributan disini atau kalian akan saya seret ke BK." Ancam Bu Siska.
Mita dan Lola meneguk ludah bersamaan setelah mendengar ancaman bu Siska.
"Heh?! Malah diam. Paham tidak?!"
"Oh iya, bu. Siap." Ucap mereka serentak.
Bu Siska menganggukkan kepalanya lalu berjalan meninggalkan UKS. Entah apa yang akan guru itu lakukan, Mita dan Lola tidak memperdulikannya. Yang terpenting saat ini mereka harus melihat kondisi Shea. Apakah gadis itu baik-baik saja atau mungkin sebaliknya. Tapi semoga Shea baik-baik saja dan tak ada yang perlu dikhawatirkan.
Sesampainya di kamar UKS tempat Shea berada, mereka segera menghampiri Shea yang sedang berbincang dengan salah satu anggota PMR.
Alhamdulillah.
Akhirnya mereka lega setelah melihat Shea sudah sadar dari pingsannya. Lalu mereka berjalan mendekat kearah bed tempat Shea tidur.
Setelah selesai berbincang, anggota PMR yang berstatus kakak kelas mereka itu pamit keluar. Mita dan Lola menganggukkan kepala sambil tersenyum simpul.
"Sha lo nggak pa-pa, kan?" Tanya Mita yang masih panik. Raut wajah Shea yang pucat membuat Mita sedikit takut. Tetapi ia berusaha berfikir jernih dan mengenyahkan argumennya yang tidak-tidak.
Shea mengangguk. Lalu berusaha untuk bangkit duduk dan dibantu oleh Lola. Lola duduk di bed Shea yang kemudian disusul oleh Mita.
"Kenapa? Masih pusing?" Tanya Lola lagi saat melihat Shea memegang kepala sambil sedikit memijatnya.
Shea menggeleng pelan.
"Kalau pusing gue ambilin obat." Tawar Lola, namun lagi-lagi dibalas dengan gelengan kepala.
"Gue nggak papa kok, la." Ujar Shea sambil tersenyum kecil agar bisa meyakinkan Lola dan Mita kalau dia baik-baik saja dan tidak ada yang perlu dikhawatirkan.
"Beneran nih?"
"Iya."
Hening.
Tidak ada yang mengeluarkan suara lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
SHEAN
Teen FictionBersamanya aku menemukan diriku yang sesungguhnya. ♡-Bukan pertemuan jika tidak berunjung perpisahan. ♡-Bukan cinta jika selalu bahagia. ♡-Bukan cinta jika selalu abadi. Tetapi apakah seseorang tidak akan pernah merasa bahagia? Tentu saja jawabannya...