Chapter 5

739 125 7
                                    

Pagi hari seperti biasa, Airin berangkat untuk mengajar. Saat tiba di sekolah dirinya langsung di interogasi oleh temannya, siapa lagi kalau bukan Luna. Jadi Airin sempat bercerita kalau ia diminta untuk menjadi guru les privat Nisa.

"Eh Rin gimana kemarin?"

"Gimana apanya?"

"Kemarin kamu ke rumah Alvin kan?" Airin hanya mengangguk.

"Trus ketemu sama keluarganya nggak?" Airin kembali mengangguk.

"Gimana keluarganya ramah nggak?" Lagi-lagi Airin hanya mengangguk.

"Ck, dari tadi aku tanya, kamu cuma bales ngangguk aja."

"Aku lagi malas bicara, yasudah aku ke kelas dulu." Luna menyerngit bingung dengan sikap Airin. Tidak biasanya dia irit bicara.

Saat waktu istirahat, Airin melipat tangannya diatas meja dan menggelamkan wajahnya di sana. Kepalanya terasa pusing, mungkin dengan begini rasa pusingnya akan berkurang. Airin merasa pundaknya di tepuk oleh seseorang.

"Bu Rin." Airin menegakkan tubuh, kembali ke posisi semula.

"Nisa, ada apa?"

"Ini." Nisa mengulurkan sebuah tepak makan.

"Untuk saya?" Nisa mengangguk.

"Dari Nenek."

"Terimakasih ya, bilang pada Nenek Bu Rin suka dengan makanannya."

"Iya Bu Rin."

Setelah Nisa pergi, Airin membuka kotak makan itu kemudian memakannya sambil tersenyum.

🌹🌹🌹🌹

Adzan Dhuhur berkumandang, setelah semua murid pulang, kini Airin berjalan menuju Masjid dengan Luna. Di tengah perjalanan Luna bertanya.

"Rin kamu kenapa kok mukanya pucat gitu, lagi sakit?" tanya Luna.

"Hah, enggak kok, aku baik-baik aja." jawab Airin sambil tersenyum.

"Tapi wajahmu pucat."

"Sudahlah, tidak apa-apa."

Sesampainya di Masjid, Airin kembali melihat mereka, Alvin dan Aisyah berjalan beriringan. Airin mempercepat langkahnya menghindari mereka.

"Eh Rin tunggu." Luna mengikuti langkah Airin.

Setelah mengambil wudhu dan sholat berjamaah, Airin dan Luna berniat untuk pergi, tetapi suara seseorang menghentikan langkahnya.

"Airin." Airin menoleh dan mendapati Alvin, tidak lupa juga ada Aisyah yang berdiri di belakangnya.

"Iya?"

"Kau mau pulang?" rasa pusing itu kembali datang.

Ya Allah ku mohon jangan sekarang.

"I-iya." pandangan Airin sudah memburam. Detik berikutnya ia sudah limbung begitu saja, tetapi Alvin dengan cepat menangkapnya.

"Rin, Airin." tidak menunggu waktu lama lagi, Alvin menggendong Airin ke dalam Masjid di ikuti oleh Luna dan Aisyah. Alvin membaringkan Airin di dalam Masjid dengan jaketnya sebagai bantal. Alvin mengambil minyak aromaterapi dan menaruhnya di bawah hidung Airin.

"Rin bangun, Rin." Luna mencoba membangunkan Airin dan memegang dahi Airin.

"Astagfirullah, dia demam. Pantas saja mukanya pucat dari tadi." ucap Luna.

Sebuah Pilihan ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang