SUDAH DITERBITKAN OLEH NOVELINDO PUBLISHING
Seperti arti dari sebuah nama. Tingginya 175 cm, bersinar karena prestasinya dalam bidang basket, suka makan seblak mercon dan mempunyai fans club namun sayangnya tomboy.
Cecilia Bintang menganggap sahabat...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Jakarta, 6 Agustus 07.45 a.m.
Dompet check.
Baju hangat check.
Alat mandi check.
Sendal jepit check.
Charger check.
Headset besar check.
Paket internet check.
WA dari Barja not check.
Telepon dari Barja not check.
Memandangi ponsel dengan serentetan daftar yang baru saja dia buat untuk pergi camp ke Puncak pagi ini, Cecilia Bintang memejamkan mata serta meloloskan satu napas kasar setelah membaca dua daftar terakhirnya yang belum disilang.
Berpikir, sejak tiba-tiba gencar mendekati Aira, Barja jadi jarang berkomunikasi dengannya. Padahal dulu setiap hari mereka bisa saling chat WA sepanjang waktu. Membahas perihal A sampai dengan Z. Baik yang penting, maupun tidak penting.
Mengingat perbuatan Barja kemarin sore, apakah laki-laki itu hanya berniat menyuapnya dengan seblak mang Uung? Maksud Bintang, tidakkah Barja ingin mengirimnya pesan seperti biasa? Menjemputnya seperti biasa?
Semarah-marahnya Bintang pada laki-laki itu, dia juga tidak setega itu mengacuhkan Barja begitu lama.
Gadis itu ingin menelpon sahabatnya tersebut untuk menanyakan apakah bisa menjemputnya dan berangkat bersama ke sekolah atau tidak, tetapi harga dirinya melarangnya.
Bagaimanapun, Barja yang bersalah kemarin. Kenapa harus Bintang yang menelepon laki-laki itu terlebih dahulu?
Satu dengkusan lolos dari bibir Bintang. Ayolah tujuan camp ini adalah bersenang-senang. Tidak seharusnya mood-nya kacau. Lagi pula, semalam dia sudah makan seblak mang Uung bersama Galaxy. Tidakkah itu membuat perasaan Bintang menjadi lebih baik?