Dihari berikutnya Jiyeon dan semua kakaknya sekarang sedang dalam keadaan yang berkabung akan kematian kedua orang tua mereka.
Jiyeon masih sama seperti kemarin malam, masih menangis dengan sangat pilunya. Sedangkan para kakaknya berusaha untuk kuat dan tak ingin mengeluarkan air mata seperti kemarin malam lagi.
Itu mereka lakukan demi Jiyeon. Ya, mereka mencoba untuk bisa setegar batu karang demi adik perempuan mereka satu-satunya.
Mereka kembali teringat akan pesan Ibu mereka sebelum meninggal "Kalian harus bertanggung jawab untuk menjaga adik kalian."
Dan mereka akan selalu menegaskan pada hati mereka bahwa.
"Baik Bu, kami akan menjaga Jiyi sebagaimana pesanmu sebelum kau meninggalkan kami semua untuk selama-lamanya."Sungguh rasanya mereka juga ingin menangis seperti Jiyeon saat ini. Namun mereka tak boleh lemah, mereka harus kuat seperti batu karang lautan yang walaupun sudah diterjang oleh ombak setiap hari dengan kuatnya ia tetap bertahan dengan teguh.
Mereka semua memeluk Jiyeon didepan pemakaman sang Ibu dan juga sang Ayah.
"Ibu-Ayah jangan pergi hiks!"
Itu adalah kata yang terus diucapkan Jiyeon dari kemarin malam, bahkan dalam tidurnya sekalipun ia tetap mengatakan hal itu sambil terus menangis.
Para kakaknya hanya bisa mencoba untuk memberikan Jiyeon kekuatan, sebuah kekuatan ketabahan dan keikhlasan.
Walaupun rasanya sangatlah sulit untuk dapat mengikhlaskan kedua orang tua mereka pergi dari dunia ini, tapi apalah daya ini juga sudah jadi kehendak Tuhan.
Tuhan sangat menyayangi kedua orang tua mereka sehingga ia menjemput mereka duluan.
"Tuhan itu tak adil. Hiks!" ujar Jiyeon masih menangis di pelukan para kakaknya.
"Jangan berkata seperti itu Jiy." ujar Jin.
"Hiks, mengapa Tuhan tega mengambil kedua orang tua kita secepat ini oppa?"
"Karena itu sudah menjadi suratan takdir Ji." ujar Namjoon dengan sifat bijaknya.
"Hiks, kenapa rasanya aku seperti pernah kehilangan orang tua juga sebelumnya. Mengapa dadaku sangat sesak berkali-kali lipat saat ini. Ibu-Ayah kembalilah. Hiks!" ujar Jiyeon melepaskan pelukan para kakaknya, lalu ia memeluk batu nisan kedua orang tuanya.
"Aku mau sendiri sekarang. Kalian pergilah."
"Tapi Jiyi."
"Aku bilang pergi, hiks!"
"Baiklah." ujar mereka semua.
"Ibu, apakah pesan terakhir yang ingin kau sampaikan itu adalah perkataanmu yang kemarin?
Pesan jika semua oppa harus menjaga Jiyi dari kejahatan di dunia ini?" Jiyeon berujar pada sang Ibu melalui perantara batu nisan.
Para kakaknya juga mendengar hal itu.
"Ibu-Ayah, apakah Jiyi boleh ikut bersama kalian sekarang?"
Para kakaknya terkejut mendengar ucapan yang keluar dari bibir manis Jiyeon barusan.
"Ibu-Ayah, aku ingin mati saja bersama kalian. Bersama kalian aku jauh merasa lebih nyaman dan tenang. Hiks, aku ingin mati saja."
"JIYEON!!!" Jiyeon dan kakaknya yang lain terkejut mendengar teriakkan dari bibir Yoongi.
Yoongi melangkah mendekati Jiyeon.
Yoongi yang biasanya hanya suka diam dan cuek, kini malah berteriak.

KAMU SEDANG MEMBACA
OUR-SISTER | BTS |
Fiksi PenggemarKim Jiyeon adalah anak angkat dari kedua orang tuanya yang telah memiliki tujuh orang anak lelaki. Namun ia dan anak lelaki terakhir tak tahu akan hal itu, anak itu bernama Kim Jungkook. Pada saat kedua orang tua mereka telah meninggal padahal fak...