Chapter 15 (Maafkan aku Sayang)

758 16 0
                                    

Jangan lupa vote dan commentnya ya gaesss. Biar Sela semangat ngetik dan lanjut ceritanya😂😂

15.12
Dengan menempuh jarak kurang lebih 1 jam, Arsya pun sampai dirumahnya. Begitu ia masuk kedalam, terlihat sang papahnya sedang membaca koran ditemani secangkir kopi hitam.

"Assalamualaikum pah" sapanya. Arsya berjalan menuju Dewo (papahnya) dan mencium tangannya sekilas. Dewo melirik sekilas ke arah Arsya dan melanjutkan kembali membaca korannya.

Baru beberapa langkah Arsya ingin ke atas, suara Dewo memberhentikan langkahnya.
"Kamu dari mana? Masih ingat pulang? Dikira saya kamu sudah tak punya siapa siapa" ucapan Dewo membuat Arsya tanpa sadar mengepalkan telapak tangan kanannya. Arsya berbalik dan matanya menatap tajam Dewo.

"Maksud papah apa? Papah gasuka kalo Arsya pulang kerumah? Apa papah masih mau Arsya pergi dan pindah?" Balasnya sengit.

Semenjak sang mama (Tita Sudrajat)bercerai dengan papahnya, keduanya memang tak pernah akur. Ada saja suatu masalah yg membuat mereka seperti musuh bebuyutan bukan seperti ayah dan anak.

"Bukan begitu maksud saya. Tapi apakah anda tidak berfikir. Bahwa anda masih punya orang tua. Tetapi anda masih saja pergi seenaknya dan pulang seenaknya. Apakah anda tak menganggap saya sebagai ayah dan kepala keluarga?" Ucap Dewo. Ia menutup koran yang tadi di bacanya, dan menyeruput secangkir kopi hitam agar emosinya dapat terkendali.

"Aku pergi dan gak pulang itu ada sebabnya pah" balas Arsya. Ia tidak suka sang papah berbicara seperti itu. Meskipun sering kali ia dan papahnya beradu argumen dan ribut, tapi jauh dalam lubuk hatinya ia sangat menyayangi papahnya. Karena didunia ini, yang ada disisinya hanyalah papahnya. Sedangkan mamanya menetap di Swiss dan tak ada kabar sama sekali. Mungkin saja sudah mempunyai keluarga dan pasangan baru.

"Apa sebabnya? Apa karena perempuan itu? Saya kan sudah bilang jauhi perempuan itu. Saya tak sudi bila anak dan darah daging saya berhubungan dengan keluarga Bramantyo."

Arsya menghela nafas. Ia harus bisa mengendalikan emosinya. Jika sudah menyangkut Bunga, dia akan hilang kendali. Apalagi sang ayah yang berbicara.

"Sudah berulang kali Arsya bilang pah. Dia punya NAMA. Namanya Bunga" ucap Arsya menekankan kata Bunga di akhir kalimatnya.

"Lagi pula ini bukan karena Bunga. Tapi karena Nita. Dia kambuh lagi. Makanya Arsya disuruh mamanya buat jagain dia di rumah sakit. Kemaren Arsya harusnya pulang tapi Arsya malah ketiduran. Jadi, papah jangan sangkut pautin sama Bunga. Arsya gasuka pah." Lanjutnya dan berlalu begitu saja meninggalkan Dewo yg tersenyum sinis.

"Sampai kapanpun aku tak akan pernah setuju anakku menjalin cinta dengan anakmu Bramantyo" batin Dewo.

Dikamar Arsya.

Setelah berdebat dengan papahnya. Arsya mengacak rambutnya frustasi sambil terduduk disamping tempat tidur. Tak sengaja matanya menatap sebuah foto keluarga bahagia. Itu foto Arsya, papah, dan mamanya. Foto itu diambil saat Arsya berusia 7 tahun. Arsya memenangkan lomba puisi disekolahnya. Sambil memandang foto itu tak sengaja pula airmatanya jatuh begitu saja. Arsya merindukan moment itu. Moment kebersamaan Arsya bersama kedua orang tuanya.

"Mah, andai mama tau. Selama bertahun tahun Arsya tersiksa disini. Arsya merindukan mama. Kenapa mama tega meninggalkan Arsya dan papah" batin Arsya.

Setelah berlarut dengan kesedihannya mengingat mama dan juga pertengkaran dengan papahnya, Arsya mengambil Handphonenya. Arsya teringat sudah dari kemaren ia belum menghubungi Bunga. Ada sedikit kekhawatiran di hati Arsya. Sampai sampai ada suatu pesan dari no Bunga yang membuatnya terlihat kacau jatuh terduduk disamping kasurnya.

Aku Kamu dan DiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang