Bab 17

15.6K 1.6K 87
                                    

Suara lantunan ayat suci Al-Qur'an dari speaker masjid terdengar nyaring di telinga Nafisya. Dia mengerjapkan matanya untuk mengumpulkan kesadaran. Dilihatnya jam yang bertenjer di dinding menunjukkan pukul tiga lewat tiga puluh menit.

Nafisya beranjak dari tempat tidurnya untuk segera bergegas menuju kamar mandi meskipun kesadarannya belum terkumpul dengan sempurna karena dia bangun sedikit terlambat dari biasanya. Namun baru saja berdiri Nafisya terlonjak kaget saat kakinya menginjak sesuatu yang membuat tubuhnya terhuyung ke depan karena kehilangan keseimbangan. Hingga tubuhnya berhasil mendarat di atas lantai dengan keningnya membentur ke dinding yang berada di depannya. Kamarnya memang tidaklah luas antara kasur dan dinding hanya berjarak sekitar satu meter saja.

"Astaghfirullah," ucap Nafisya refleks dengan mengelus keningnya yang terasa memanas dan rasa pusing yang langsung menjalar ke kepalanya.

Merasa beban berat yang tiba-tiba saja Adam dapatkan pada perutnya membuatnya tertarik dari alam bawah sadarnya. Dia sangat terkejut saat melihat sosok wanita yang sedang meringis tepat di samping tubuhnya. 

Dalam sekejap Adam bangkit dari tidurnya karena khawatir melihat Nafisya yang sedang terduduk di dekatnya.

"Kamu kenapa, Sya?"

Tanpa menghentikan gerakannya yang terus mengelus kening Nafisya merutuki dirinya sendiri yang bisa-bisanya melupakan Adam yang tertidur di bawah tempat tidurnya hingga tidak sengaja menginjak tubuh laki-laki itu.

"Maaf Ustadz, Fisya tidak sengaja menginjak tubuh Ustadz," Nafisya menundukkan kepalanya. Dia merasa bersalah dan malu atas kejadian di pagi buta ini.

Adam sedikit berpikir atas ucapan Nafisya, pantas saja perutnya kini terasa sedikit nyeri, namun yang dia khawatirkan saat ini adalah keadaan Nafisya, yang sedari tadi memegang keningnya. "Apa kamu terluka?"

Nafisya menggelengkan kepalanya.  "Fisya baik-baik saja Ustadz."

"Boleh saya lihat kening kamu?" tanya Adam seraya menarik tangan Nafisya  yang terus menutupi keningnya dan benar saja terpampang dengan jelas warna keunguan di kening istrinya dengan sedikit benjol.

Napas Nafisya tercekat saat Adam mencondongkan kepala ke arahnya dan meniup keningnya.  Menurutnya jarak mereka kini terlalu dekat.

"Sakit ya, Sya? Tunggu sebentar!"

Untung saja tak lama Adam menjauh kembali, kalau tidak bisa-bisa Nafisya akan kembali melakukan tindak kekerasan kepada laki-laki itu seperti mendorong tubuhnya mungkin.

Adam beranjak meninggalkan Nafisya dan berjalan menuju dapur. Dia mengambil es batu dari dalam kulkas dan di balut dengan kain. Setelah kembali ke dalam kamar Adam menuntun Nafisya untuk duduk di atas kasur dan mengompres luka di kening istrinya.

"Biar Fisya sendiri saja, Ustadz"

Adam menggelengkan kepalanya.

"Tolong izinkan saya untuk membantumu, Sya."

Nafisya terdiam. Apa Adam akan sakit hati jika dia menolak bantuannya? Apalagi semalam dia menepis tangan Adam yang menyentuh wajahnya. Rasa tidak suka saat Adam menyentuhnya, apa itu akan membuat Allah marah kepadanya?

Dadanya bergemuruh menahan rasa sesak yang kemungkinan besar Allah tidak akan suka atas sikapnya yang kasar kepada Adam. Dia benar-benar bingung harus bersikap seperti apa. Mengikuti keinginan hatinya atau mengikuti jalan akal sehatnya.

"Sya!"

Nafisya masih tenggelam dengan segala pikirannya hingga tidak mendengar panggilan dari Adam.

"Fisya!"

Naungan Taman SurgaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang