17. Akrab

304 35 0
                                    

Bodoh!
Lisanku mulai berkelit
-
Devano Anggara

Kamar Devano yang luas serta didominasi begitu banyak ornamen khas cowok. Terdapat satu lukisan besar bergambar seorang wanita paruh baya bersama anak laki-laki berusia sekitar empat belas tahun di dinding.
Di sudut kamar, terdapat sebuah rak yang dipenuhi buku tertata rapi. Buku tentang otomotif pastinya.

"Mila obatin yah lukanya!" pinta Mila pada Devano. Luka lebamnya masih terlihat membiru.

"Ga usah!" tolak Devano kembali berkata dingin.

"Tapi, itu 'kan sakit!"

"Udah biasa."

Mila pun memutuskan untuk diam. Tak lupa menghentakkan kakinya sebagai tanda ia sedang kesal.
Mata elang Devano memburu, nampaknya ia tengah meneliti wajah ayu dari gadis polos itu.

"Eum, Mila lapar nih. Mau makan?" Mila kembali mengeluarkan suaranya.
Diliriknya jam tangan yang melingkar pada tangan kirinya.
Pukul 14:44, sudah lewat jam makan siang.

Devano terlihat beranjak menuju lemari besar berwarna putih di samping ranjang.

"Pesen, gih!" jawab Devano sembari memilih pakaian yang akan ia kenakan. Ia juga sepertinya merasa lapar.

Mila mengangguk. Ia kemudian mengeluarkan handphone bercasing doraemon dari dalam tas miliknya.

Jemarinya sibuk mengutak-atik layar.

"Devano mau makan apa?" tanyanya.

"Burger!" kata Devano datar.

"Oke deh."

Setelah memesan via online, ia kemudian duduk di atas ranjang.

"Keluar sana!" usir Devano.

"Hah?" Mila mengernyit, tanda dirinya tak mengerti.

"Gue mau ganti baju, Oon!"

"Kan bisa di kamar mandi," Ia menunjukkan sifat polosnya.

"Lo mau liatin gue?" goda Devano.

Mila membulatkan matanya. Ia syok.

"Issh ... oke, Mila keluar. Dasar jelek!" Mila mendengkus kesal sembari bangkit lalu berjalan menuruni tangga.

Di belakangnya, terdengar Devano tertawa menang.

***

Devano telah selesai mengganti pakaiannya dengan kaos oblong berwarna hitam dan celana jeans biru. Tubuh atletisnya nampak jelas menambah ketampanan wajahnya.

Ia kemudian menghampiri Mila yang tengah duduk di sofa ruang tengah. Tempat ia dan sahabatnya biasa berkumpul. Bahkan tempat itu sudah seperti timezone karena berbagai macam permainan terdapat di ruangan yang luas itu.

Mata elangnya menangkap gadis itu tengah melahap makanannya, apalagi kalau bukan nasi goreng kambing kesukaan Mila.
Saking lahapnya, Mila tak menghiraukan kehadiran dirinya yang sudah duduk di samping gadis itu.

"Burger gue mana?" tanya Devano.

"Tuh!" Mila menunjuk pada burger di atas meja menggunakan dagunya. Mulutnya sibuk mengunyah.

Devano mengambil makanannya, kemudian melahapnya.

Beberapa menit kemudian ....

"Eh, ternyata lo udah di sini, Nyet!" seru Alvin yang datang bersama Revan dan Rangga.

"Wah, malah asyik makan berdua!" Revan ikut bersuara sambil melepas jaket kulitnya lalu melemparnya di atas kursi.
"Kok lo ninggalin kita?" tanyanya.

"Gue males dengerin Bu Susi ceramah!" jawab Devano sembari memutar bola matanya, malas.

Bibir Revan membentuk huruf O.

"Kok lo bisa sama dia?" tanya Rangga, heran. Ia tahu, sahabatnya yang satu ini bersikap dingin pada Mila.

"Dia maksa buat ikut!" jawab Devano santai. Ia jelas-jelas berbohong.

Manik Mila melirik ke arah Devano. Padahal cowok itu yang mengajaknya.

"Emang lo pada dari mana?" Devano bertanya heran.

"Kita abis main bentar." Rangga menjawab datar.

"Enak banget, yah. Sampe gak nyisahin buat kita!" Alvin menatap makanan yang sudah habis dengan ekspresi wajah ia buat-buat
"Alvin pesen sendiri, yah!" Mila menyahut setelah meneguk air mineral.

"Pesenin gue, deh. Gue males!"

"Ya udah. Emangnya, Alvin mau makan apa?" tanya Mila. Ia mengeluarkan handphonenya lagi lalu memainkan jarinya di atas layar.

"Apa aja, serah. Gue udah laper nih!"

"Fried chicken, mau?"

Alvin mengangguk. Ia duduk di lantai sambil memainkan stik PS di tangannya.

"Revan sama Rangga?"

"Gue samain aja sama Alvin," jawab Revan sambil meminum soda kaleng.

"Gue juga!" Rangga menyahut.

"Oke, siap!"

Dua puluh menit menunggu, pesanan yang mereka tunggu akhirnya tiba.

Ketiganya pun langsung menyantap makanan tersebut.
Dalam hitungan menit, semuanya ludes.
Mila melongo, tak percaya.

"Lo kenapa?" tanya Alvin sembari meneguk soda kaleng.

"Cepet banget makannya,"--ia membetulkan posisi duduk--"kalian udah berapa hari gak makan?"

Sontak semua terkekeh.

"Emangnya cuman lo yang bisa rakus. Kita juga kali!" kata Revan di sela tawanya.

Mila bergeming. Bibirnya terlihat maju beberapa centi.
Ia kemudian melirik jam tangannya.
Pukul 16:23. Di rumah Devano, waktu terasa begitu cepat berputar.

"Mau balik?" tanya Rangga peka.

Mila mengangguk.

"Ya udah gue anter!" Rangga bangkit lalu mengambil kunci motornya yang tergantung di dinding.

"Bro, gue cabut dulu!" pamitnya.

Keduanya mengangguk, tidak dengan Devano. Ia tetap memasang wajah dinginnya.

Mila mengekor di belakang Rangga.

"Lo beneran tadi ikut Devano ke sini?" tanya Rangga menuruni tangga.

Mila terdiam. Dalam hati ia heran mendengar pertanyaan cowok tersebut.

Tak ada jawaban. Rangga berbalik. Menoleh ke arah Mila yang berhenti melangkah.

"Berarti Devano bohong. Dia yang ngajak lo ke sini, 'kan?" Suara baritonnya terdengar berat.

Mila mengangguk ragu.

"Lain kali gak usah deket-deket sama dia!" ketus Rangga.

"Kenapa? Rangga gak suka?"

Cowok bertato itu membuang muka.

"Rangga cemburu, ya?" Mila menunjuk muka Rangga.

"E--nggak! Cepet jalan, nanti keburu malem!"
Rangga berjalan lebih cepat disusul Mila yang terus mencecar dirinya.

"Ciee ... Rangga cemburu!"

Mereka berdua kini berjalan ke luar dari rumah mewah tersebut.
Setelah gadis itu menaiki motor, Rangga mulai menancap gas menuju rumah Mila.
___

Next ....

Terima kasih sudah mau baca cerita saya.
Jangan lupa vote yah.
Kalau ada pertanyaan, krisan, dll silakan di kokom yah.

Saya tunggu loh.

Salam dari author aka Dev.

Story About MilaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang