20. Saingan?

288 31 0
                                    

Cinta?
Rasa itu mampu mengubah dunia
Tepatnya dunia seseorang!
-
Revan Arnoldi

Rooftop sekolah SMA Kebangsaan saat ini dipenuhi asap rokok akibat ulah tiga manusia tampan yang kembali membolos.

"Ntar malem jadi 'kan clubbing?" tanya Revan sambil mengembuskan asap rokok ke udara.

"Yoi, dong. Gue gak bakal ketinggalan pertunjukan baru. Ya 'kan, Ga?" jawab Alvin bersemangat sembari menyikut lengan Rangga.

Cowok bermata biru yang dimaksud Alvin tak menjawab. Maniknya menatap lurus ke depan. Ia tengah asyik dengan pikirannya sendiri.

"WOY, RANGGA!" teriak Alvin dekat telinga sahabatnya.
Nyatanya, Rangga tetap bergeming. Mata beriris birunya menyapu halaman sekolah.

"Njir. Gue kaget, B*ngsat!" umpat Revan menjauhkan tubuhnya dari Alvin sambil mengusap telinga kanannya yang terasa berdengung.

"Sorry, Nyet."--Alvin menggaruk tengkuknya yang tak gatal,--"nih anak kesambet kali, ya?"

Revan mengangkat kedua bahunya. Ia lalu mendekati Rangga kemudian menempelkan punggung tangan ke arah kening sahabatnya.

"Gak panas, Nyet."

"Lah, trus kenapa?" Alvin kembali bertanya.

"Jangan-jangan ... si monyet kerasukan!" tebak Revan disusul pukulan yang melayang di kepalanya. Revan meringis.

"Hust ... jangan keras-keras, gue denger di rooftop ini ada yang pernah bundir!" Alvin berucap takut.

"Hah? Serius lo?" tanya Revan memancing.

"Iyalah, Nyet. Terus hantunya itu masih gentayangan!" kata Alvin setengah berbisik. Cowok yang mengenakan topi berwarna biru dongker itu memang seorang yang terkenal penakut diantara ketiga sahabatnya.

"Beneran?" tanya Revan dengan raut muka yang ia buat-buat, "trus di belakang lo itu apa?" ucapnya melotot sambil menunjuk belakang Alvin.

Alvin melonjak kaget. Seketika bulu kuduknya meremang. Ia berlari meringkuk pada bangku dekat dinding.

Sedetik kemudian, tawa Revan menggelegar. Puas mengerjai cowok berambut pirang, sahabatnya.

"Anj*r! gue dikerjain!" umpat Alvin melihat Revan tertawa menang di lantai.
"Awas lo, Nyet!" Ia berlari menghampiri Revan. Terjadilah kejar-kejaran ala Tom & Jerry.

Kali ini Alvin benar-benar ingin sekali menendang bokong sahabat gilanya itu. Sesekali Alvin berhasil meraih seragam Revan tapi tetap saja lolos.

Pintu terbuka. Tubuh kekar Devano nampak muncul di baliknya. Ia kemudian berjalan menghampiri Rangga yang masih setia mengisap rokok di tangannya.
Cowok dingin itu tak mengeluarkan sepatah kata pun. Karena bukan sifat Devano untuk mencairkan suasana.
Mata elangnya memperhatikan Alvin dan Revan yang kejar-kejaran layaknya anak kecil. Sementara tangan kanannya memegang soda kaleng yang sesekali ia teguk.

Beberapa menit kemudian, Devano berdehem dan sukses membuat Rangga menoleh.

"Diem aja?" ucap Devano memulai percakapan. Ia memutuskan berbicara duluan.

Rangga menghela napas kasar.
"Maksud lo tadi itu apa?" tanya Rangga menatap intens lawan bicaranya. Nada bicaranya sangat tak bersahabat.

Devano mengernyit. Tak mengerti.

"Mila!"

"Gue cuma nolongin dia!" jawab Devano kalem.

"Nolongin? Baru denger gue, seorang Devano nolongin cewek?" Perkataan Rangga penuh penekanan.

Devano memutar bola matanya, malas. Ia mengetahui kalau sahabatnya yang satu ini tengah cemburu.

"Kenapa lo diem? Apa lo udah berubah sekarang?" ucap Rangga setengah teriak membuat Alvin dan Revan berhenti berlarian.
Mereka pun melangkah menghampiri kedua sahabatnya.

"Kok lo bisa bilang gitu?" tanya Devano. Mata elangnya menyapa manik milik Rangga.

"Ck! Gue liat dari tingkah lo"--Rangga membuang puntung rokoknya ke lantai--"jadi, gini cara main lo?"
Ia beranjak hendak meninggalkan tempat itu.

"Kenapa emangnya? Takut kalah saing?" ucapan Devano terdengar meremehkan.

Setelah kalimat yang diucapkan Devano barusan, Rangga menghentikan langkah kakinya. Napasnya naik turun.

Alvin dan Revan siaga satu.

"Gue gak takut!" ucap Rangga kemudian. Tangannya terkepal. Wajahnya memerah menahan amarah.

Devano melangkah mendekati sahabatnya lalu menepuk pundak kokoh itu.

"Ya udah, saingan?" ajak Devano. Ia lalu melangkahkan kakinya menuju pintu. Santai.

"Oke! Dan asal lo tau--" balas Rangga. Ia sengaja menggantung kalimatnya agar Devano penasaran.

Kini, Devanolah yang menghentikan langkahnya.

"Gue nembak Mila kemarin!"

Rahang Devano mengeras. Dirinya tak percaya, Rangga akan bertindak secepat itu. Ia memutar badan menghadap lawan bicaranya.

"Lo nembak Mila?" Beo Devano memastikan indra pendengarannya tak salah tangkap.

Rangga mengangguk menang.
"Emang napa? Marah?" ucapnya diselingi tawa meremehkan.
"Gue gak kayak lo. Banci yang awalnya gak peduli tiba-tiba jatuh hati!" Rangga mencibir.

Devano menghela napas kasar. Ia berusaha menahan amarah.

"EH, B*NGSAT!" teriak Revan, lantang. Ia memilih mengeluarkan suaranya. "LO BERDUA BISA DIEM, GAK!"

"Lo berdua ngaca sono! Lo pada, udah mirip banci yang nongkrong di pinggir jalan!"

Alvin mengangguk membenarkan.

"Harus banget, yah, hal ginian dipermasalahin? Malu-maluin aja lo, b*ngsat!" Wajah Revan memerah.

Ucapan Revan barusan membuat Devano menghilangkan emosi yang hampir menguasainya. Ia terdengar mendengkus kesal. Perlahan, si tampan berambut abu-abu itu berlalu diikuti Alvin.

"Dasar b*ngsat lo!" umpat Rangga kala punggung Devano menghilang di balik pintu.

Sementara Revan, bertahan di posisinya mengawal Rangga.

Ia tak tahu lagi persahabatan mereka akan seperti apa nantinya. Ia tahu, dalam lubuk hati kedua sahabatnya itu, pasti ada setitik rasa benci pada diri satu sama lain.

Ia tak habis pikir.
Baru kali ini, persahabatan selama sembilan tahun yang mereka jalin, retak. Ini semua karena cinta!

"Argh!" geram Revan frustrasi.
Ia mengacak-acak rambutnya.
___

Next ....

Hai semua! Gimana kabarnya?
Semoga selalu bahagia. Aamiin.

Jangan lupa kalo ada krisan dan pertanyaan silakan di kokom.
Jang lupa vote juga yah.😁

Salam dari author.

Story About MilaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang