19. Excited

280 29 0
                                    

Ngajak gue saingan?
Gue gak akan kalah!
-
Rangga Arnoldi

Arunika telah menyambut, sinar lembutnya menyapa bumi yang habis terlelap.

Gadis mungil yang tengah terlelap di atas kasur bersprei motif bunga melati terlihat sudah kembali dari dunia mimpi.
Mila mengusap kedua kelopak matanya yang terlihat sayu.

Pagi ini, ia merasa keadaan tubuhnya berbeda dari biasanya, tenggorokannya seperti tercekat, serak. Suaranya tak mampu keluar. Peluh pun keluar dari sekujur tubuhnya.

Mila bangkit perlahan dari tidurnya kemudian duduk di tepi ranjang dengan lemah.
Ia terlihat meneguk beberapa kali air mineral dari atas nakas.

Diliriknya jam berbentuk doraemon yang menempel di dinding, pukul 06:33.
Matanya membulat. Hari ini ia akan ulangan sejarah. Dan kali ini ia tak boleh terlambat ke sekolah!

Perlahan, ia memaksa tubuh mungilnya yang terasa berat untuk menuju kamar mandi. Walau langkahnya terasa berat, Mila tetap memaksakan diri.

Setelah mengenakan seragam, Mila melangkah menuruni satu persatu anak tangga. Lesu.

***

Tubuh mungilnya berjalan gontai di koridor yang lengang. Hanya ada beberapa siswa yang di dalam kelas yang Mila lalui. Nampaknya, ia datang cepat hari ini.

Brukh ....

Sebuah bola basket terlempar tepat mengenai lengannya. Tubuh Mila seketika limbung.

Dari arah lapangan basket, keempat cowok tampan yang ia kenal tengah melambaikan tangannya.

Alvin berjalan mendekat ke arahnya, mata beriris hitamnya seketika membulat sempurna.

"Njir. Lo pucat banget!" ucapnya kaget.

Mila bergeming. Bibirnya seakan berat untuk berucap. Ia hanya menarik senyum simpul.

"Woy, Nyet. Ke sini!" teriak Alvin memanggil ketiga sahabatnya yang menunggu di lapangan.

Mereka pun menghampiri.

"Apaan sih, Nyet?" tanya Rangga sembari memainkan bola basket di tangannya.

"Keknya nih anak sakit!" Alvin berkata setelah ketiganya berada di sampingnya.

Rangga meneliti wajah Mila.
"Lo kok pucat banget? Lo sakit?" Ekspresinya mengisyaratkan kekhawatiran.

Bibir pucat Mila melengkung bak bulan sabit. Ia tersenyum simpul.

"Gila kali nih anak. Malah senyam-senyum," sela Revan.
Perkataannya itu dihadiahi pelototan tajam dari Rangga. Revan meringis.

Rangga menempelkan punggung tangannya ke kening Mila. Suhunya panas.

"Tuh kan, lo demam! Ayo ke UKS!" ajaknya sembari menarik tangan Mila.

"Mila gak apa-apa kok!" Akhirnya, suara gadis itu keluar walau pelan.

"Gak apa-apa gimana maksud lo? Badan lo panas tau!" Suara bariton Rangga terdengar khawatir.
"Lo gak boleh nolak!" Tangan kekarnya menarik lengan Mila.

"Tapi Mil--" ucapannya terpotong ketika tiba-tiba tubuh mungilnya sudah berada dalam gendongan seseorang, ala bridle style.
Ia si cowok dingin, Devano.

Mila melongo, mengerjapkan matanya berkali-kali. Bahkan, ketiga cowok tampan itu pun ikut membulatkan matanya. Bahkan, Alvin sampai menganga dibuatnya. Tangan Rangga yang mencengkram lengan gadis mungil itu pun terlepas.

Mereka tak menyangka cowok berambut abu-abu yang berantakan itu akan seperhatian ini.

Rangga kalah telak. Napasnya naik turun. Ia hendak menarik kembali gadisnya, tetapi kedua sahabatnya nampak memegangi pundaknya. Dirinya hanya pasrah menyaksikan punggung Devano yang perlahan menjauh.

"Devano turunin Mila!" Ia terus memukul-mukul dada bidang cowok itu. Tak terima atas perlakuan manusia tampan yang satu ini padanya.

"Gak!" ujar Devano datar.
Kakinya tetap berjalan menyusuri koridor menuju UKS yang terletak di sebelah perpustakaan.

"Issh! Turunin Mila! Malu tau diliatin teman-teman!"

"Bisa diem gak?!"

Cowok tampan itu tak menghiraukan tatapan dan jeritan para siswi yang ia lewati. Devano benar-benar bak pangeran di negeri dongeng.

Mila memanyunkan bibirnya beberapa centi. Wajahnya yang kini bersemu merah ia tutupi dengan kedua telapak tangannya. Bibir berlipstick soft pinknya tak mampu mengucapkan apa pun karena mendapatkan perlakuan 'manis' dari cowok tampan itu.

Sesampainya di ruang UKS, Devano membaringkan tubuh mungil Mila di atas ranjang dengan sangat pelan.

"Lo diem di sini! Jangan banyak gerak!" katanya kemudian setelah seorang perawat menghampiri mereka dan segera memeriksa keadaan Mila.

"Bius aja kalo dia cerewet, Bu!" titah Devano pada perawat yang memeriksa badan Mila.

"Ish! Dasar jelek!" Suara Mila terdengar lemah tapi masih bisa didengar oleh Devano.

"Diem!"

Devano meletakkan telunjuknya pada bibir Mila. Isyarat agar gadis pucat itu menutup mulut. Ia lalu meninggalkan ruangan tersebut.

"Kamu minum obat dulu, yah," kata perawat dengan lembut.

Mila mengangguk lemah. Setelah meminum obat pemberian perawat, matanya terasa sangat berat. Ia pun memutuskan untuk tidur.

___

Next ....

Pendek? Iya Dev tau. Maapin feelnya yang gak dapet.

Jika ada pertanyaan, krisan, dll. Silakan di kokom, yah.
Author baik kok.😎 (suerr)

Salam dari author.

Story About MilaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang