Bulan ini adalah bulan yang spesial untukku dan juga Nara. Bulan di mana lima belas tahun yang lalu kami mengikat sebuah janji suci untuk setia dalam keadaan suka dan duka. Di mana kami saling berjanji satu sama lain untuk hidup bersama hingga ajal yang memisahkan.
Senyumku merekah tatkala mengingat tentang hari di mana aku melamarnya. Dengan modal tekad yang besar, aku dan orang tuaku datang ke Busan. Meminta restu dari kedua orang tuanya untuk mempersunting Nara. Dulu orang tua Nara sempat meragukanku. Ya, tidak heran. Karena waktu itu aku hanya seorang mahasiswa yang baru lulus dan belum mendapat pekerjaan yang mapan.
Tapi aku senang saat Nara justru meyakinkan orang tuanya, jika dia akan baik-baik saja bila menikah denganku. Sungguh wanita yang bodoh, benarkan? Tapi justru itu yang membuatku sangat mencintainya. Ia mau hidup bersamaku yang hanya seorang guru honorer, diam di apartemen kecil, dan hanya memiliki kendaraan motor vespa yang sudah mulai usang. Tapi bukan berarti dia mau diajak hidup susah. Buktinya, setiap bulan saat gajiku tak sesuai dengan harapannya. Ia akan terus mengomeliku. Memintaku untuk protes pada kepala yayasan agar bisa menjadikanku guru PNS. Belum lagi jika aku mengantarnya kuliah dengan menaiki motor, ia selalu mengeluh. Mulai dari cuaca panas yang membuat tubuhnya berkeringat, belum lagi bicara jika polusi di Korea sudah mulai parah dan semacamnya. Jujur, ingin sekali aku menceraikannya saat itu juga.
Tapi di sisi lain, ia juga sering menyemangatiku. Ya, menyemangati dengan hal-hal kecil. Seperti membuatkanku teh hangat setiap pagi atau selepas kerja, memelukku saat aku lelah, mengantarku ke depan pintu apartemen hanya untuk memberiku kecupan manis di pagi hari. Ya ... walaupun galak dan cerewet, dia masih punya sisi manis. Maka dari itu, aku sangat-sangat menyesal saat aku menyakitinya dan membuatnya menangis hanya karena aku tidak bisa mengontrol hawa nafsuku.
Hah ... aku membuang napas lemas. Memperhatikan dua tiket pesawat di sebuah meja makan Gangnam Gyoza. Restoran bintang tiga yang jaraknya tak jauh dari rumah. Aku sedang menunggu Nara. Aku mengajaknya makan untuk merayakan hari jadi pernikahan. Tapi sudah menunggu hampir 3 jam ia juga tak kunjung datang.
Kemana dia? Kenapa lama sekali?
Dia sudah kutelepon, dan dia bilang sudah berangkat semenjak aku diperjalan menuju ke sini. Seharusnya dia sudah sampai mengingat jarak yang cukup dekat. Tapi malah aku yang datang duluan dan menunggunya.
Aku mencoba meneleponnya kembali, tapi ponselnya malah mati.
Oke, perasaanku mulai tak enak. Jadi aku menelepon orang rumah.
"Halo, Hyung?"
"Ada apa, Yoon?" jawab kakakku.
"Apa Nara masih di rumah?"
"Nara? Dia sudah berangkat dari jam 3 tadi. Saat aku dan Mijoo sampai, dia langsung berangkat. Apa dia belum sampai di sana?"
Jam 3? Itu artinya sudah hampir 5 jam perjalanan. Tapi kenapa dia belum datang juga?
"Kenapa kau tidak coba telepon dia?"
"Aku sudah meneleponnya. Tapi tidak aktif. Ya, sudah aku akan pulang sekarang."
Aku memanggil pelayan untuk membayar minuman pesananku. Dan memberi pesan jika ada seorang wanita yang mencariku, segera beritahu untuk meyuruhnya pulang.
Tak lama, hanya satu jam saja aku sudah sampai di rumah. Melihat Yoora dan Mijoo Noona yang sedang bermain boneka.
"Ayah, sudah pulang? Mana ibu?" tanyanya setelah melihatku hanya berjalan sendirian dari arah ruang tamu.
"Yoon, bagaimana? Kau sudah bisa menghubungi Nara?"
Belum juga aku menjawab pertanyaan Yoora, Junki Hyung memotong.
KAMU SEDANG MEMBACA
✔️ A Little Min Family S.2 | Yoongi x Nara | BTS Fanfiction
Fiksi PenggemarKelanjutan dari serunya cerita keluarga Min Yoongi dan Min Nara dengan anak-anaknya. ~ Min Yoongi ~ Min Nara ~ Min Jongwon ~ Min Yoora © - J_Ra21