12 : Teruntuk Hati Yang Patah

3.3K 119 6
                                    

Bismillah



Setiap kisah pasti memiliki peran utama, hanya sebagai figuran dalam hidupmu saja aku sudah senang.
-Mencoba Melupakan-


Malam ini aku memandang bintang yang bertaburan diangkasa. Senyum tipis terukir di bibirku ketika aku mengingat masa-masa SMA dulu. Waktu bulan Ramadhan, Pondok Romadhon di sekolah untuk terakhir kali bagiku, karena saat itu aku sudah kelas sebelas.

Menatap rembulan, dibawah rintik-rintik cahaya bintang. Bibirmu berkali-kali terangkat, tertawa bersama yang lainnya. Waktu seakan terhenti, katika mataku berhasil menatapmu yang kini mengarahkan padangan kearahku.

Anda aku bisa memutar lagi kenangan, mungkin aku akan meminta untuk kembali kemasa kanak-kanak. Tak apa tak usah mengenalmu, lebih baik daripada merasakan sakit hati berlapis-lapis.

"Rika" Aku menoleh kearah Raka yang kini duduk disebelahku.

"Apa?" Tanyaku.

Saat ini kami tengah berada di teras rumah. Dia ikut memandang kearah yang aku pandang.

"Langitnya indah ya" Katanya.

"Lebih indah dari perasaanku" Jawabku, menoleh kearahnya lalu tersenyum.

"Perasaan? Langitnya gak mendung karena dia ingin menampakkan keindahan dihadapanmu, agar kamu gak sedih" Katanya.

"Kamu gak pernah tahu, bahwa perasaan seseorang di setiap dunia ini tak pernah sama. Mungkin saja ada orang lain yang sedang bahagia saat ini, maka langit tersenyum untuknya".

"Lalu kenapa kamu nangis? Bukankah itu hanya membuang-buang waktu, tenaga, dan pikiran? Semua gak guna Rik, buang rasa cinta itu, dia gak peduli sama kamu" Katanya menoleh kearahku.

"Aku gak cinta, hanya sakit hati dulu masih membekas" Jawabku.

"Rika, lupakan dia, disini ada aku yang bisa menemani kamu".

Aku tertegun mendengar ucapannya, aku? Maksudnya dia? Aku benar-benar tidak paham. Siapa 'aku' yang dia maksud. Atau hanya pensengaranku yang sedang terganggu.

"Kamu bilang apa barusan?" Tanyaku meyakinkan.

"Abaikan".

Beberapa saat kemudian sebuah mobil datang dan berhenti tepat di depan rumah disebelah rumahku. Itu rumah Raka dulu, rumah dengan beribu kenangan dengan seseorang yang kini sedang duduk disebelahku.

"Kangen rumah yang dulu, renovasi dengan berjuta perubahan" Kata Raka menatap rumah lamanya dengan tatapan kosong.

"Rumahnya mau dijual, aku harap kamu beli rumah itu agar kita bisa jadi tetangga, lagi" Kataku sambil tersenyum kearahnya.

"Aku juga, ibu juga pengen kembali ke Surabaya" Jawabnya.

"Euhm, anu, bukan maksud aku usir kamu dari sini, tapi... Aku kengan jadi tetangga kamu" Kataku sambil tertawa pelan.

"Aku juga, ingat kolan ikan didepan rumah dulu?" Tanyanya menunjuk arah rumahnya.

"Inget banget, kamu nakal ya waktu itu" Kataku memukul lengannya yang tertutupi kemeja. Dia baru saja pulang dari kampus.

Waktu itu usiaku masih lima tahun, duduk di kelas TK Besar, pulang dari sekolah aku langsung berlari kerumah Raka. Masih menggunakan seragam, sepatu, dan tas.

"Raka, kamu punya ikan bagus di kolam ya?" Tanyaku menaiki tangga rumah Raka lalu berlari kekamarnya. Dia juga baru pulang.

Raka baru saja membeli ikan hias, untuk mengisi kolam ikan didepan rumah.

Mencoba Melupakan [Sudah Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang