09 : Undangan dan Kehilangan

3.6K 146 7
                                    

Bismillah



Melepaskanmu adalah sebagian dari caraku mencintaimu.
Selamat tinggal cintaku, bebaslah nama mu. Sudah ku hilangkan dari do'aku.
-Mencoba Melupakan-


        Gara-gara kuliah sampai siang, aku jadi tidak bisa mengetahui siapa pemesan gaun yang menelphon kemarin. Saat aku bertanya pada Cristy, dia bilang bahwa orangnya sudah pulang setelah mencoba gaun pengantin dan membawanya pulang.

        Harusnya aku pasang GPS saja di gaunnya supaya aku bisa menyusul kesana. Tapi itu pemikiran bodoh untukku.

        Sekarang saja aku sedang tidak mood memasang manik-manik di gaun pengantin seperti sekarang ini. Sampai dua kali jari telunjukku berdarah karena tertusuk jarum.

        Apakah hal itu berpengaruh besar terhadapku sampai merubah mood-ku 180°. Dasar aku, gadis kepo dengan sejuta masalah.

        "Kamu kenapa sih? Cuma masalah cowok tadi jadi galau begini?" Tanta Cristy padaku.

        "Bukanya gitu Ty, ada masalah pribadi yang bikin aku yakin kalau dia itu...." Aku tidak melanjutkan ucapanku, teringat bahwa tidak ada seorangpun disini yang tahu tentang Renald, termasuk Mbak Ayya.

        "Dia kenapa?" Cristy menunggu ucapanku.

        "Bukan apa-apa" Jawabku kebali memasukkan benang kedalam manik-manik.

        "Ya Tuhan Rika" Cristy berteriak, dia berdiri dan berlari menuju kotak P3K, mengambil obat merah, kapas, dan hansaplas.

        "Kok bisa berdarah gini sih Rik? Banyak lagi" Katanya melihat tanganku yang tergores.

        "Gak apa, udah biasa kalik" Elakku.

        "Tapi ini tiga goresan, kamu sengaja apa gimana sih?" Cristy masih mengobati lukaku.

        Luka ini tidak sebanding, dengan luka yang Renald gores dihatiku. Andai saja Cristy tahu bahwa aku tidak merasakan luka ini sama sekali, sebab aku lebih asik menikmati goresan dihatiku, yang kini semakin parah.

***

        Aku pulang bersama Kak Samuel. Pukul setengah sembilan malam, butik tutup lebih awal karena Mbak Ayya ada acara di luar kota. Kini aku duduk di ruang tamu bersama keluargaku, termasuk Raka. Mereka sedari tadi melempar guyonan. Hanya aku saja yang diam, sesekali hanya tersenyum tipis untuk menanggapi mereka.

        Ibu sempat bertanya melihat tanganku yang diperban di bagian jari telunjuk. Aku menjawab bahwa ini hanya luka kecil akibat terkena jarum.

        "Rika" Ibu memanggilku.

        "Apa bu?".

        "Tadi ada yang nganter undangan ini, buat kamu" Ibu menyerahkan undangan bewarna ungu dan silver itu kepadaku.

        "Siapa yang ngasih bu?" Tanyaku sambil membolak balik undangan itu. Hanya terterah dua inisial calon pengantin yaitu
-R & S-.

        "Gatau namanya, cuma orangnya itu putih, tinggi, ganteng gitu deh" Jelas ibu yang aku balas dengan anggukan samar.

Mencoba Melupakan [Sudah Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang