08 : Gaun Pengantin

3.6K 137 3
                                    

Bismillah



Kata siapa semua adil dalam perang dan cinta, buktinya, cinta yang aku rasa sama sekali tidak memberi keadilan.
-Mencoba Melupakan-


Sekarang aku sedang berada di butik. Sepulang dari kampus yang hanya satu mapel, akhirnya aku memutuskan untuk berangkat ke butik dengan menumpang mobil abangnya Ameera.

"Rika ada?" Aku mendengar suara Mbak Ayya mencariku.

Aku langsung berdiri dari posisiku yang sedang menjahit lengan gaun, lalu berjalan mendekati Mbak Ayya.

"Ada apa mbak?" Tanyaku saat berada dihadapannya.

"Rika bisa ikut mbak sekarang gak?" Tanya Mbak Ayya dengan tatapan memohon.

"Bisa mbak, memang kemana?".

"Beli kain, banyak banget pesanan yang harus jadi minggu ini. Mbak udah banyak desain dan ternyata kainnya yang kurang" Jelas Mbak Ayya.

"Oke bisa mbak, sekarang kan?".

"Iya sekarang".

Aku mengambil tas dan berjalan bersebelahan dengan Mbak Ayya. Kini kami menaiki mobilnya, melintasi jalan raya yang tidak terlalu ramai, karena sekarang jam kerja.

Kami sampai disalah satu toko kain terbaik di Surabaya, sekaligus langganan butik Mbak Ayya. Kami memasuki toko, dan langsung menemui pemilik toko. Mbak Ayya dan pemilik toko lumayan akrab, apalagi Mbak Ayya selalu membeli kain hampir seminggu dua kali. Butik Mbak Ayya memang ramai akan peminat.

Sesudah mencatat semua kebutuhan, termasuk manik-manik dan benang, kami memutuskan untuk pulang, dan semua kebutuhan itu akan dikirim nanti siang.

"Kamu haus gak Rik?" Tanya Mbak Ayya. Aku mengangguk samar, suasana hari ini memang lumayan panas untuk beraktivitas.

"Kita minum es degan dulu yuk, di tempat biasanya" Ajak Mbak Ayya yang aku setujui, sebab tenggorokanku juga perlu dilintasi air.

"Nanti kalau semua udah datang kamu catat terus yang lain langsung suruh jahit desain yang ada diatas meja saya, oke".

"Siap mbak".

Kami sampai di salah satu pedagang kaki lima yang menjual es degan/kelapa muda. Meskipun hanya pedagang kaki lima, tapi disini esnya sangat enak, bahkan Mbak Ayya sering mengajak kariawan untuk kesini kalau sedang bersantai.

Mbak Ayya ini orangnya gak pelit, sekalinya dapat rejeki gitu langsung ngajak kita makan bersama. Terkadang kami makan di Bebek Semangat di Jalan Ambengan, atau sekedar minum es degan seperti sekarang.

"Kuliah kamu gimana Rik?" Tanya Mbak Ayya basa basi.

"Alhamdulillah lancar mbak, do'ain aja sampai wisuda nanti" Jawabku sambil tersenyum.

"Kalau Mas Samuel gimana Rik?" Pertanyaan Mbak Ayya membuatku tersenyum.

Mbak Ayya ini teman kuliah Kak Samuel dulu, umur mereka sama-sama 25 tahun, dan sama-sama belum menikah. Jadi kalau Mbak Ayya bertanya soal Kak Samuel, aku akan menggodanya dan berkata 'kangen ya?' atau sekedar tersenyum aneh. Pasalnya, Kak Samuel pernah bilang bahwa Mbak Ayya yang suka sama dia waktu kuliah. Sayangnya Kak Samuel bilang bahwa dia menyukai teman kerjanya.

"Alhamdulillah baik mbak, tambah ganteng juga" Jawabku.

"Ish, kamu apaan sih, kan aku tanya kabarnya, bukan wajahnya" Jawabnya dengan pipi merona. Aku langsung tertawa kecil melihatnya.

"Terus kabar ayah sama ibu kamu gimana Rik?".

"Alhamdulillah sehat".

"Kalau kamu sendiri udah ada calon kah?" Tanya Mbak Ayya membuatku tersedak dan batuk-batuk.

Mencoba Melupakan [Sudah Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang