20 : Sakitmu Sakitku

2.6K 111 1
                                    

Bismillah



Bisa jadi apa yang kita anggap benar itu salah dan yang salah malah benar.
-Mencoba Melupakan-


        Hari ini aku tengah berada di pasar. Pukul sembilan pagi, namun rasa panas sudah menyengat di kulit. Aku mengigit bibir bawah menahan berat yang aku bawa sekarang. Tanganku bahkan sudah memerah karena membawa buah melon yang lumayan berat dengan tali digenggamanku.

        Aku membawa motor Mas Brian, untung saja bukan motor ninja seperti milik Kak Samuel. Jadi aku masih bisa memakainya, tadi aku membonceng Vika, dan kini giliran Vika yang membonceng untuk pulang.

        Sampai ditempat parkir, ternyata barang bawaan kami lebih banyak dari yang aku kira. Bahkan tidak ada tempat untuk dua karung beras, tiga kardus air mineral dan buah-buahan.

        Sekarang aku merasa menyesal telah menolak ajakan Mas Brian untuk mengantar. Bagaimana tidak, sedari aku datang kesini sampai hari ini, aku saja sudah seperti tidak ada, alias tidak dianggap. Aku tahu mengapa dia tadi memberi tawaran, karena Vika ikut denganku.

        "Terus gimana nih?" Tanya Vika, keringat menetes dari keningnya, bahkan wajahnya sudah memerah kepanasan. Akupun begitu.

        "Gimana ya, aku juga bingung".

        "Minta tolong Mas Brian aja" Dia mengeluarkan ponselnya. "Eh Rik, kamu aja yang telphon, nih ponselku bawa aja, aku mau buang air kecil" Katanya.

        Belum juga menjawab, dia sudah berlalu meninggalkanku. Panggil terhubung, dengan gugup aku membuka pembicaraan.

        "Assalamuaikum" Salamku.

        "Waalaikumsalam, ada apa Cewek Korea?".

        "Ini aku Rika" Kataku malas.

        "Oh kamu, ada apa?".

        "Mas bisa jemput sekarang gak? Barang-barangnya banyak banget gak bisa dibawa" Kataku to the poin.

        "Di pasar kan? Tunggu, aku otw" Jawabnya lalu sambungan terputus.

        Vika datang, aku menyerahkan ponselnya dan duduk di kursi dekat sepeda motor. Mataku memandangi terus jalan dari arah rumah Yuri. Dan tidak menunggu waktu lama, mobil Mas Brian sudah datang. Dia keluar dari dalam mobil lalu mulai memasukkan barang belanjaan kedalam mobil.

        "Jadi cewek ngenyelan sih, dikasih tumpangan tadi gak mau" Katanya menatap kearahku. Aku tidak menjawab dan lebih memilih untuk menghidupkan mesin motor.

        "Rika, kamu pulang duluan aja, aku sama Vika mau keluar bentar, cari cincin tunangan, yuk" Katanya lalu membukakan pintu untuk Vika.

        Aku tidak peduli, mengapa juga dia harus mengucapkan kata cincin tunangan dengan jelas seperti itu. Curiga, aku semakin beranggapan bahwa mereka memiliki hubungan khusus.

        Mobilnya lebih dulu meninggalkanku yang kini kepanasan. Matakupun ikut panas, dan tanpa sadar setetes bening mengalir begitu saja. Aku tidak berniat menghapusnya, biarkan saja.

Mencoba Melupakan [Sudah Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang