Monokrom - 22 - Di Antara Dua Takdir

5.3K 651 176
                                    

KISAH SEBELUMNYA

------------

Dosen telah curiga Netta buta warna. Apa ini artinya gadis itu akan menghadapi masalah besar?

Kepala Aru terasa berasap ketika mengeluarkan mobil dari kampus dan bergerak perlahan menuju klinik. Saat ini dia tak mungkin mengatakan langsung pada Netta bahwa dosen mencurigainya buta warna. Bisa-bisa gadis itu menderita penyakit yang lebih parah akibat stres.

Akan tetapi, jika dibiarkan, lalu tiba-tiba dosen mengujinya dengan tes buta warna, mala rahasianya akan ketahuan. Lalu apa yang akan terjadi selanjutnya?

Simalakama.

Baru kali ini Aru tak bisa memutuskan sesuatu hanya dengan satu kali pertimbangan.

"Ya, Tuhan Netta! Kamu kenapa?" Papa tergopoh pulang ketika tahu putri tunggalnya sempat pingsan di kampus

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Ya, Tuhan Netta! Kamu kenapa?" Papa tergopoh pulang ketika tahu putri tunggalnya sempat pingsan di kampus.

"Netta hanya kelelahan, Om. Sudah diberikan izin untuk istirahat tiga hari dan diberi multivitamin untuk menyokong kesehatannya." Ray menjelaskan dengan hati-hati.

"Sekarang Netta sedang tidur, Om." Aru menimpali.

Papa mengempaskan diri ke sofa ruang tamu. "Terima kasih kalian berdua sudah menolong Netta." Ada kelegaan terpancar. Pria paruh baya itu tak ingin mengganggu istirahat anaknya dan memilih diam menemani kedua tamunya.

Ketiganya kini duduk bersama. Aru dan Ray berniat berbasa-basi sejenak sebelum pamit.

"Mau minum?" tanya Papa sejurus kemudian.

Aru dan Ray menggeleng bersamaan. Toh, mereka hanya sebentar saja menemani.

"Apa ada tugas di kampus yang berat sampai Netta pingsan begitu, ya?" gumam Papa penuh kekhawatiran. Kepalanya tertunduk dengan jemari bertaut yang disanggakan ke dahi.

Tiba-tiba kepalanya mendongak. Matanya membeliak saat teringat sesuatu. "Apa ini gara-gara saya memintanya membuat flyer untuk iklan perusahaan?" Napasnya tiba-tiba terdengar memburu. "Jadi ini semua salah saya. Apa yang harus saya lakukan ...?"

"Om tidak usah khawatir, Netta sudah ditangani dengan baik." Ray menenangkan. "Namun, mungkin ada baiknya jika urusan promosi, bisa dimundur dulu tenggatnya."

Papa menghela napas. "Iya, kesehatan Netta jelas lebih penting dari apa pun."

"Ah, saya rasa Netta tidak apa-apa, Om." Suara rendah Aru menyentak.

END Monokrom x Akankah Asa Terhalang Warna?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang