Kisah Minggu Lalu
Netta mengalihkan pandangannya sejenak ke arah Ray yang masih menyembunyikan wajah di balik lipatan tangan. "Karena dia temanku. Aku nggak bisa membiarkan temanku gagal. Bukankah itu yang disebut teman?" Gadis itu menoleh ke arah Aru yang hanya bisa mengangkat bahu tak acuh.
Tanpa Netta sadari, sepasang mata yang pura-pura terpejam mengintip dari balik lengan. Sebuah senyuman tulus tercipta dari wajah yang kini bersemu merah.
Hari cukup cerah ketika Netta sudah tiba di dalam kelas bersama dua teman absurdnya itu.
"Gile ... ini tugas Nirmana lo?" Ray tak bisa menyembunyikan kekagumannya melihat apa yang dibawa Netta hari itu.
Di atas kertas persegi berukuran 30 x 30 cm, Netta membuat sebuah karya Nirmana yang sangat indah. Tak hanya sekadar membentuk garis hitam-putih, gadis itu menggabungkan bentuk blok warna hitam, jaring-jaring, garis lurus, dan ranting. Cara Netta menyusun semua elemen seperti pantulan cermin sangat memukau.
Gadis itu mengangguk malu-malu. Pertanyaan Ray terdengar begitu positif di telinganya.
"Kamu bisa banget bikin depth dan menerapkan prinsip Gestalt di sana." Aru mengangguk-angguk. Ternyata diam-diam dia meneliti setiap goresan yang tertuang di sana.
Ray ikut mengangkat kertas gambar Netta ke depan dadanya. Seolah tengah mengamati sebuah masterpiece yang luar biasa. "Lo main closure, ya?" Ray bahkan memutar badan dan tampak sengaja memamerkannya ke seantero kelas.
Lagi-lagi Netta membenarkan. "Udah dong! Turunin! Aku maluuu." Netta menarik kaus pendek Ray ragu-ragu. Ia merasa jengah dengan beberapa pasang mata yang mulai memandanginya.
"Ray, kalau sampai rusak, kamu akan kuhajar! Balikin!" Aru menyentak dengan tatapan sedingin es.
Netta menoleh dengan perasaan campur baur. Apa barusan Aru membelanya? Apakah ini artinya dia punya kesempatan untuk mendapatkan cinta pemuda itu? Tiba-tiba gadis itu terbeliak. Aku mikir apa?! batinnya gusar.
KAMU SEDANG MEMBACA
END Monokrom x Akankah Asa Terhalang Warna?
Ficção GeralAnnetta Shelladhika Putri tak pernah menyangka bahwa ia memiliki cacat bawaan. Dalam delapan belas tahun kehidupannya, gadis itu selalu merasa normal dan baik-baik saja. Dunia terasa kacau balau saat dokter menunjukkan diagnosa sebenarnya. Kini, Net...