Netta membeliak. "Kapan bikinnya?"
"Selama di sini tadi." Aru mengambil kembali gawainya dan duduk di kasur.
"Makasih banyak, Aruuu!" Netta menjabat tangan Aru kuat-kuat penuh rasa bersyukur. Aru membeliak dana kehabisan kata-kata.
Kali ini giliran Ray yang merasakan kobaran api membakar dadanya.
Ray menarik napas berusaha menyingkirkan semua api yang membakar dada. Dia harus tenaaaaang ....
Tariiiik ... embuskaaan ....
Tariiiik ... embuskaan ....
Tariiiik ... embuskaaan ....Selama sekitar tiga menit Ray seperti ibu hamil sembilan bulan yang siap brojol kapan saja.
"Jadi, semua beres, nih, ya? Tinggal bikin flyer, perangkat promosi lainnya kayak standing banner, business card, lalu juga semua promotion tools di media sosial." Ray kini sudah bisa mengatur napasnya kembali.
"Makasih buanget nget nget buat kalian berdua! Makasih Aru! Makasih Ray!"
Lagi-lagi dada Ray berdenyut mendengar namanya disebut belakangan. Pemuda itu tak suka rasa yang menggerus di dadanya. Netta mungkin tak sadar, tapi sejak awal, gadis itu hanya melihat pada Aru. Haruskah dirinya mundur?
"Gue bisa bantu buatin IG feed content. Gampang itu. Nggak akan sampe dua jam kelar." Ray menawarkan bantuannya.
Aru mengangguk tanda persetujuannya. "Aku bisa bantu buatkan FB page dan template isinya. Nggak usah khawatir. Kamu fokus sama konten promonya saja."
Jemari lentik Netta masih menari-nari di atas kertas mencatat semua yang teman-temannya katakan.
"Oh, besok nirmana datar akan dikumpulkan. Kata Dosen jangan lupa bawa cat warna yang dipakai untuk mencampur warna." Aru melihat gawainya sambil mengerutkan kening.
Ray menatap heran. "Tahu dari mana?"
Aru hanya memutar arah gawainya ke Ray dan Netta bergantian.
"Wow! Ada pengumumannya ternyata di web kampus!" Netta berdecak kaget.
"Aduh, malesin. Emang ngapain, sih? Masa nggak percaya itu tugas udah pakai darah dan air mata sendiri?" Ray menghela napas. Tiba-tiba dia teringat sesuatu. Diliriknya Netta dengan cepat dan langsung mengubah kalimatnya. "Lagian kan emang nggak ada larangan buat dibantu sedikit. Toh yang nguas ke kertasnya juga masing-masing."
Aru membenarkan. Sejenak ketiganya terdiam. Netta sendiri sibuk memikirkan kemungkinan terburuk. Bagaimana jika ternyata dosen mengetahui kalau dirinya harus bergantung pada orang lain untuk mencampur warna? Tanpa sadar gadis itu menggigit bibir bawahnya kuat-kuat.
Tiba-tiba Netta merasakan tangannya digenggam erat. "Nggak usah khawatir. Kamu berbakat. Soal warna, hafalin aja butuh berapa tetes dari setiap warna untuk menjadi kombinasi pilihanmu. Ray akan membantumu karena dia yang tahu perpaduannya."
KAMU SEDANG MEMBACA
END Monokrom x Akankah Asa Terhalang Warna?
Fiksi UmumAnnetta Shelladhika Putri tak pernah menyangka bahwa ia memiliki cacat bawaan. Dalam delapan belas tahun kehidupannya, gadis itu selalu merasa normal dan baik-baik saja. Dunia terasa kacau balau saat dokter menunjukkan diagnosa sebenarnya. Kini, Net...