Kisah Sebelumnya
"A-anu. Aku nggak ngerti cara nyampur warna. Bisa bantu nyampur nggak? Kamu kan skill-nya keren," bisik Netta. Matanya hanya selintas menatap Aru. Keringat dingin merayapi telapak tangannya.
Ekspresi Aru berubah drastis. Tiba-tiba matanya menatap dingin dan sinis. "Ternyata kamu nggak beda dari yang lain!"
Netta tersentak. Nada Aru yang tinggi dan keras membuat gadis itu terdiam. Ia tak mengerti maksud perkataan Aru. Kepalanya kosong dengan dentuman jantung yang tak beraturan terasa bergaung.
Decakan Aru terdengar jelas. "Jadi kamu selama ini baik sama aku cuma buat manfaatin kemampuanku?"
Tak menunggu jawaban Netta, Aru bergerak menjauh. Membiarkan Netta bergeming di tempatnya dengan bulir air mata yang tiba-tiba jatuh tanpa permisi.
Pandangan gadis itu terasa buram, dadanya terasa nyeri dan terus seperti digerus bebatuan tajam. Suara guntur di kejauhan menambah sakit kepalanya. Netta tak menyangka Aru akan berkata begini kasar. Mana yang sebenarnya lebih sakit? Penolakan terhadap permintaannya atau karena prasangka buruk Aru padanya?
Netta tak tahu. Karena ketika sesosok pemuda lain mendekat, air mata yang tumpah tak membuatnya menangkap wajah laki-laki itu.
"Lo nggak apa-apa? Perlu gue seret Aru ke sini?!"
Netta hanya bisa berlari dan menjauh dari semua.
Masih dengan air mata yang tak bisa dihentikan, Netta masuk ke dalam mobil, memutar kunci, dan melajukannya. Tak dipedulikan lagi Ray yang memanggil berulang. Gadis itu mempercepat kendaraan setelah berhasil keluar dari parkiran kampus untuk lenyap di tikungan jalan.Napas Ray memburu. Setengahnya karena berlari dan setengahnya akibat semua rasa panas yang mulai berkobar hebat di dadanya. Ray terlihat menggertakkan giginya sebelum bergerak kembali ke dalam kampus.
Sepanjang langkah tergesa pemuda itu, matanya tak henti menyapu setiap sudut kampus. Hingga akhirnya makhluk yang kini paling ingin dia hajar tengah duduk santai di bangku melingkar di depan kantin. Ia tampak membaca sebuah buku dengan telinga disumbat earphone.
Pemuda berambut kemerahan itu yakin, dia tak akan memperoleh perhatian Aru jika memanggilnya dari jauh. Maka dengan gerakan singkat dan sedikit kasar, dia menarik earphone yang terpasang untuk kemudian mencampakkannya begitu saja.
"Apaan, sih?!" Aru mendongak dan langsung bangkit berdiri. Buku yang digenggamnya terjatuh. Pandangan yang biasa datar kini berkilat tak suka. Ia bahkan tidak mau mengambil buku dan justru berdiri tegak menantang dalam diam. Kedatangan Ray yang mendadak saat dirinya lengah terasa sangat menjengkelkan.
Setelah beberapa waktu, Ray angkat bicara. "Kenapa lo jahat banget sama Netta?!" Dia berusaha keras untuk tidak langsung melayangkan tinju ke wajah pemuda itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
END Monokrom x Akankah Asa Terhalang Warna?
Ficción GeneralAnnetta Shelladhika Putri tak pernah menyangka bahwa ia memiliki cacat bawaan. Dalam delapan belas tahun kehidupannya, gadis itu selalu merasa normal dan baik-baik saja. Dunia terasa kacau balau saat dokter menunjukkan diagnosa sebenarnya. Kini, Net...