Akankah dusta bisa menjadi akar bahagia?
Secerah mentari yang menyinari bangunan tua dengan genting berwarna terakota, Annetta Shelladhika Putri tersenyum bahagia. Hidupnya terasa begitu berwarna kala ia berhasil masuk ke universitas swasta impiannya.
"Akhirnya!" Gadis yang memiliki panggilan Netta itu merentangkan tangan lebar-lebar sembari meraup oksigen bersih pukul setengah tujuh pagi dengan hidung mungilnya.
Setelah dua bulan penantian, ini hari pertama dia resmi menjadi mahasiswa tingkat satu jurusan Desain Komunikasi Visual Ubinus di Jakarta Barat.
Namun, mendadak senyum lenyap dari wajahnya ketika dua petik kata melintas dengan cepat di kepala.
Drop Out.
Netta berusaha mengenyahkan pikiran buruk itu. Ia harus yakin bahwa tidak akan ada yang tahu rahasianya. Bukankah dokter juga sudah setuju? Bukankah kini ia berhasil masuk dan siap menerima pelajaran pertamanya?
Gadis itu menyibakkan anak rambut yang menutupi matanya. Dia sudah berjuang sejauh ini dan tak akan pernah mundur.
Siapa pun, nggak bisa menggagalkan mimpiku! Netta mengulang sugesti itu dalam benaknya sebelum kembali melanjutkan langkah menuju kelas di lantai dua.
Kelas masih kosong. Kuliah memang baru akan dimulai pukul tujuh lewat dua puluh. Namun, rasa bahagia membuncah membuat Netta memutuskan berangkat lebih pagi. Lagipula, jalan menuju Ubinus adalah neraka bagi kendaraan roda empat jika sudah mendekati pergantian shift.
Netta menyapukan pandangan ke sekeliling kelas. Matanya tertumbuk pada sebuah kursi di tengah ruangan. Tempat yang cukup ideal untuk tidak tampil mencolok. Gadis itu bergegas bergerak kemudian menyelipkan tubuhnya untuk bisa duduk di kursi kuliah bermeja itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
END Monokrom x Akankah Asa Terhalang Warna?
Genel KurguAnnetta Shelladhika Putri tak pernah menyangka bahwa ia memiliki cacat bawaan. Dalam delapan belas tahun kehidupannya, gadis itu selalu merasa normal dan baik-baik saja. Dunia terasa kacau balau saat dokter menunjukkan diagnosa sebenarnya. Kini, Net...