"Ssttt, Ta, Eflata."
"Apa?" Cewek berkacamata silinder itu melirik sekilas. Kedua alis tebalnya saling bertaut.
Melalui gerakan tangannya, Kevin seolah memberikan simbol angka 1 sampai 10.
Eflata mengangguk, sok paham. Sejurus kemudian, tatapannya memicing pada lembar jawaban di kertas ulangannya. Sepuluh soal pilihan ganda telah ia selesaikan semuanya, tinggal mengerjakan soal uraian saja. Gadis yang kekurangan jam tidur karena terlalu sering begadang mengejar materi pelajaran itu berdecak pelan ketika ada yang bertanya jawaban.
Dasar! Maunya instan, batinnya sinis.
Giliran nggak dikasih contekan, bilangnya pelit dan nggak setia kawan.
Hello belalang sembah! Lo ngerti nggak tiap hari gue sering begadang ngurusin akun lambe smantara dan belajar mati-matian supaya bisa masuk Kedokteran UI?
Nggak! Lo semua---anak-anak borju---nggak pernah tau. Yang lo tau, CUMA CARA INSTAN. Gue yang belajar semalem suntuk, lo yang nerima hasil!
Pikiran Eflata berkecamuk jengkel. Tiba-tiba, terlintas di benaknya untuk membagikan jawaban salah kepada teman sekelas. Biar. Biar saja. Toh, mereka tidak tahu jika Eflata bohongi.
"Satu B. Dua E. Tiga sampai enam belom. Tujuh A." Ia berhenti sejenak, kembali mengerling ke arah kertas jawaban. "Delapan ragu, antara D dan A. Sembilan-sepuluh C."
Mampus lo. Remed dah remed.
"Eflata, yang uraian udah?" Berlian, ketua kelas yang kerap kali menindasnya itu menyodok punggung Eflata dengan tutup bolpoin.
Cih! Kalo ada butuhnya.
"Belom. Nomer berapa, sih?"
Berlian menengadahkan jemarinya ke udara. Kemudian, membentuk huruf V dengan jari tengah dan jari telunjuk.
2. ∆H°f CH3OH (l) = -238,6 kJ/mol
∆H°f CO2 (g) = -393,5 kJ/mol
∆H°f H2O (l) = -286 kJ / molBerdasarkan data di atas, berapakah besar entalpi pembakaran standar dari metanol?
Berbeda seperti penghuni XI IPA 3 yang memilih mengarang indah ketika ulangan Kimia, Eflata justru tampak bersungguh-sungguh mengerjakan soal yang dimaksud Berlian.
Ia paham! Too easy. Cewek itu mengerti bagaimana cara menyelesaikan soal seperti ini. Dengan tangkas, jemarinya menari di atas kertas buram
"Udah nemu, Ta?"
Eflata mengangguk.
"Berapa?"
"726,9 J/mol." Jawaban yang keliru, tentu. Harusnya -726,9 J/mol. Tapi, peduli amat dengan toxic yang pura-pura manis ketika butuh?
Sementara itu, berada dua bangku di belakang gadis berkacamata tersebut, seorang cowok menatap nanar lembar jawaban ulangan Kimianya.
Kosong melompong.
Mengenaskan sekali. Waktu tersisa 12 menit dan ia tidak mampu menjawab satu soal pun.
Ravien menopang dagu, bibirnya mengerucut sebal, bola matanya menerawang bila teringat paksaan mami yang memintanya mengambil jurusan IPA.
Ravien, apa kata temen arisan Mami kalo tau kamu masuk jurusan IPS!?
Begitulah Bu Altair. Gengsinya setinggi langit! Beliau tak segan memindahkan dirinya ke sekolah lain jika ia berbuat ulah. Lagi-lagi karena, gimana kalau temen arisan Mami tahu!?
Sewaktu SMP, Ravien pernah membayangkan kelak kalau sudah putih abu-abu, ia akan mendapatkan pelajaran Geografi, Sosiologi, Ekonomi dan Sejarah jika masuk peminatan IPS. Ternyata, harapan itu pupus kala mami memaksanya masuk IPA.
Alih-alih Geografi, Sosiologi, Ekonomi dan Sejarah yang ia jumpai, justru Biologi, Kimia, Fisika yang sukses membuat Ravien Altair kebakaran jenggot.
"Ayo anak-anak, kumpulkan sekarang, ya," titah Bu Nurli. "Satu ... dua ... tiga...." Guru honorer itu mulai menghitung, tandanya siaga satu.
Dengan pasrah, Ravien menyerahkan hasil pekerjaannya meski kosong melompong. Bodo amat. Toh, ia masuk jurusan pilihan mami 'kan bukan atas kehendaknya? Siapa yang disalahkan jika sudah begini?
Ketika hendak menyampai meja Bu Nurli, Ravien tak sengaja menabrak tubuh kurus Eflata lantaran terlalu banyak melamun. Eflata terkesiap, kertas ulangan di tangannya terjatuh. Dengan sigap, cewek itu memungutnya hanya dalam waktu seperkian detik. Seolah kertas ulangan tersebut sangat berarti di hidupnya.
Meskipun Eflata menggaet kertas ulangan itu dengan cepat, Ravien masih bisa menanggap jelas kalau KERTAS ULANGAN KIMIA EFLATA PENUH SEMUA.
Yang harus digaris bawahi adalah, PENUH SEMUA.
Cowok berhidung bak perosotan anaak TK itu menatap horor kertas jawabannya yang kosong melompong.
"Maaf."
"Hah!? Kamu bilang apa?" Eflata tersentak. Maaf? Wow! Kasta borju meminta maaf.
Atau, ia yang salah dengar?
Salah tingkah terhadap perbuatannya barusan, Ravien melenggang dari sana. Duh, apa kata kasta borjuis lain bila mendengarnya meminta maaf kepada kasta missquen? Bisa gagal penyamarannya!
Sementara Eflata, hanya mengedikan bahu.
"Oh ya anak-anak, berhubung hari Kamis dan Jumat kalian diliburakan karena simulasi ujian kelas XII, ibu akan memberikan tugas kelompok lagi."
Desisan panjang terdengar sepenjuru kelas.
"Kelompoknya masih sama seperti yang kemarin, ya."
Sontak saja Eflata menoleh, tatapannya terarah pada Ravien.
Awas aja sampe nih anak gak mau diajak kerkel lagi.
"Laporan eksperimen Kimia tentang elektrolitis."
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Investigasi Jeng Minceun
Teen Fiction(COMPLETED) Haus gosip terbaru seputar SMA Nusantara? Yuk, ikuti langkah-langkah di bawah ini! 1. Buka akun Instagram @lambe_smantara. 2. DM Minceun tentang apa saja yang terjadi, bisa juga berupa gosip kontroversional di SMA Nusantara. 3. Kirimkan...