[16] Tersingkap

523 133 5
                                    

Investigasi Jeng Minceun.

Itulah misi yang diberikan Nadia terakhir kali sesaat sebelum mempercayainya untuk memegang kendala akun tersebut. Akan tetapi, risiko yang harus Eflata tanggung dari pilihannya adalah, kamuflase menjadi sosok yang asing.

Ia tidak pernah membayangkan akan menjadi sosok cupu demi mendapat beasiswa dan memberantas ketidakdilan di SMA Nusantara. Minggu pertamanya di sekolah ini, tidak berjalan mulus, karena hanya dirinya yang lolos seleksi penerima beasiswa, hujatan sarkas ia terima sehari-hari. Belum lagi, senioritas yang mengatasnamakan tradisi. Eflata benci pembagian strata di sekolah ini yang diciptakan oleh murid-muridnya. Ingin rasanya ia musnakan semua hal tersebut, akan tetapi, Eflata bisa apa? Senioritas dan pembagian kasta bak gunung es yang tidak terlihat di luar namun sangat mengakar di bagian bawah. Mirisnya lagi, pihak sekolah tidak pernah tahu bagaimana kondisi SMA swasta favorit ini dari dalam. Pengawasan masih kurang ketat. Banyak tindak diskriminasi yang dilakukan oleh kasta berduit.
Sebelum anak-anak kelas 12 lulus dari sini, mereka pasti akan menyiapkan penerus untuk melaksakan kegiatan kotor tersebut. Hingga akhirnya senioritas, pembagian kasta, penindasan, tidak terelakan di sini.

Tidak hanya itu, para siswa proletar--penerima beasiswa--juga terlalu takut dengan ancaman borjuis jika hal tersebut bocor ke yayasan.

Diam-diam, gadis itu mendengus.

Mental bobrok, cuma ngandelin kekayaan orang tua, maunya serba instan, nindas yang lemah, maunya mereka apa sih!? batin Eflata geram menyadari kondisi internal sekolahnya yang jauh dari kata 'budi pekerti'.

"Kenapa, Ta?" Ravien bertanya ingin tahu sambil memicingkan mata.

Menganggap Ravien sebagai salah satu musuh terbesar karena sangat berisiko membongkar identitasnya, Eflata menjawab singkat. "Nggak papa."

"Lo aneh, deh." Ravien melancarkan aksinya mendesak Eflata.

"Apa yang aneh?"

Seringai menyebalkan Ravien ingin sekali Eflata hanguskan....

***

Penyelidikan kini berjalan semakin seru!

Tidak sia-sia Ravien mengikuti kerja kelompok di rumah Eflata berkedok mencari tahu identitas Minceun.

Ia mendapatkan secercah harapan. Sesaat setelah mencurigai Kak Nadia sosok yang berfoto dengan Eflata, Ravien langsung menyelediki. Gadis itu mengorek nama lengkap Nadia dari Eflata yang ternyata adalah Nadia Almira. Alumnus SMA Nusantara tahun 2017 yang kini melanjutkan pendidikan ke Sistem Informatika ITB.

Hm, anak IT, begitu pikir Ravien.

Setelah mencari tahu ke sana-ke sini, akhirnya ia tahu juga asal-muasal akun SMANTARA. Akun tersebut dideteksi mulai aktif tahun 2014 hingga sekarang 2019.

Berarti, akun lambe SMANTARA telah beroperasi selama lima tahun. Jika Ravien menganalogikan seperti cocoklogi, artinya, akun tersebut dicetuskan oleh alumi SMA Nusantara tahun 2017. Se-angkatan dengan Nadia. Lantas,  kenapa masih aktif sampai sekarang?

Jawabannya satu.

Karena admin sebelumnya mencari pengganti.

Nah! Pengganti.

Tapi yang menjadi pertanyaannya, siapa pengganti pencetus akun Lambe Smantara?

"Mikiran apa sih lo, Rav, senyam-senyum sendiri aja!" tegur Stev setelah tidak melihat teman sebangkunya itu absen dari sekolah lantaran kasus dengan Monica.

Sebagai jawaban, Ravien menggeleng singkat. Meski begitu, sorot matanya mengintai keberadaan Eflata. Gadis berkepang itu masih pada posisinya. Menduduk sambil memainkan ponsel. Kali ini, jam pelajaran Seni Budaya sedang kosong karena Bu Arin sedang cuti hamil dan belum datang guru pengganti.

Sementara Eflata? Gadis itu tidak merasa diperhatikan. Ia asik dengan dunia investigasinya sendiri. Menurut informasi yang dia dengar, kali ini beberapa anak kelas 3 akan memberikan 'hadiah' pada anak kelas 1 di gudang belakang sekolah.

Melirik arlojinya sekilas, Eflata segera beranjak. Waktunya sudah tepat. Jam seperti inilah yang digunakan untuk anak-anak kelas tiga memberikan 'hadiah' pada anak kelas satu.

Ravien mengerutkan keningnya. Waktunya menjadi mata-mata ala James Bond di film hollywood favoritnya.

"Pergi bentar, ya," pamitnya lalu segera memelesat diam-diam menjaga jarak dengan Eflata. Ia memilih berjalan lambat agar Eflata tidak menangkap radarnya.

Sudah Ravien bilang 'kan kalau gadis cupu itu ceroboh sekali.

Sedangkan Eflata yang merasa tidak diikuti oleh seseorang, berjalan gontai menuju gudang belakang. Jam pelajaran sedang berlangsung saat ini, hal tersebut membuatnya tenang.

Investigasi pun dimulai.

Ia mengendap-endap di balik tembok sambil me-record apa pun yang sedang terjadi. Mulanya, lapangan belakang itu tidak terlihat mencurigakan, tapi setelah dua orang siswa kelas satu yang ditarik secara paksa oleh kasta borju, kericuhan pun terjadi.

Anak kelas sepuluh yang malang, begitu pikir Eflata.

"Dih. Apa-apaan senioritas. Wah, panas nih dibikin akun lambe-lambe."

Sementara Eflata asik memvideo aksi tersebut, ada seorang pria yang berdiri tepat di belakangnya.
Pria itu tersenyum. Senyum asimetris yang sulit untuk didefinisikan. Tatapannya terpaku pada kamera yang dipegang gadis berkacamata tersebut.

"Hai, Jeng Minceun."

Investigasi Jeng MinceunTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang