[9] Tergeli

553 130 6
                                    

Tidak sulit untuk mengenal kasta missqueen di SMA Nusantara. Cukup lihat seragamnya, barang-barang yang ia pakai, kendaraan yang dibawa, serta akses dan kuasa yang ia miliki.

Dan ah ya! Kasta borju-holkay cenderung suka haha-hihi di kantin dengan volume kencang. Seperti aksi yang dilancarkan Ravien Altair saat ini.

"Dapet salam cinta dari Monica nih, Rav," celetuk Kendra, cewek  penyumbang donatur terbesar di SMA Nusantara. Sorot matanya terarah pada benda pipih persegi panjang berlogo gigitan apel, sejurus kemudian menyerahkan ponsel tersebut kepada Ravien. "Itu tuh, Monica ketua color guard ekskul marching band. Dia temen sekelas gue waktu SMP. Eh, nanyain nomer lo juga, deng. Kasih nggak?"

"Nggak sampe sebulan, ya," celetuk Stev sambil menyeruput jus buah naga Eggy tanpa izin.

Kedua bola mata Ravien memicing menatap potret tersebut. "Monica anak kelas sebelah?" Ia mengangkat sebelah alis sembari memerhatikan lamat-lamat.

Cewek berwajah oval dengan kulit putih berseri, rambut lurus tergerai sepunggung, dengan mata belo dan hidung sedikit mancung. Itulah citra yang ia tangkap hanya dengan melihat potret tersebut.

"Eh eh tuh si Monica!" Kendra mengangkat tangan kanannya tinggi-tinggi. Melambai pada seorang gadis yang ciri-cirinya mirip di foto. "Monmon, sini," ajaknya antusias.

Layaknya orang normal lain ketika dipanggil, Monica---yang sedang berjalan bersama ketiga teman sekelasnya---sontak menoleh. Tatapannya terperangah pada sosok bergurat timur tengah di meja Kendra. Sosok itu, sosok yang tak pernah absen mampir di setiap malamnya. Intuisinya berkerja cepat, Monica segera menarik langkah ke arah Ravien genit sambil malu-malu. Meninggalkan ketiga temannya dari kasta holkay begitu saja.

"Hai, Ravien," sapanya salah tingkah. Kendra terkekeh di tempatnya, sementara dibalas Ravien dengan umpatan jari tengah di bawah meja.

"Minta ID Line, dong." Mungkin, urat malu Monica sudah putus. Cewek itu tanpa diminta gelendotan di lengan Ravien.

Berita kehadiran murid baru dari kasta borju yang sebelas duabelas dengan Zayn Malik memang menghebohkan kaum hawa. Jadi, jangan tanyakan Monica bila ia mengetahui kedatangan Ravien Altair dari kelas 11 IPA 3 meski Ravien baru bersekolah di sini selama tiga hari.

Ravien Altair sering disama-samakan dengan Zayn Malik, padahal menurutnya, ia jauh lebih tampan dari Zayn Malik. Oke, ia mulai narsis.

"Nggak." Satu hal yang tidak disukai Ravien: cewek genit.

"Ih, Ravien, mah." Tidak patah arang, Monica justru membusungkan dada. Memperlihatkan belahan dadanya yang menjadi daya pikat kaum adam selama ini. Sedangkan, telapak tangannya terulur mencolek dagu Ravien. "Untung suka."

"IH APA, SIH?" Ravien buru-buru menepis, geli.

"Mon, timbang lo deketin Ravien, mending gue." Kevin mengedipkan sebelah matanya pada Monica. Akan tetapi, Monica justru tak menggubris dan tetap mencuri perhatian sosok yang dianggapnya mirip Zayn Malik.

"Ngapain, sih, lo masih di sini?"

"Minta ID Line kamu, lah, Rav."

"Gue 'kan bilang enggak. Yaudah, pergi."

"Nggak mau sebelum kamu kasih."

Ravien berdecak. Cowok itu pun pamit pergi kepada teman-temannya. Lalu, melenggang sejauh mungkin dari cewek genit yang selalu mempertontonkan belahan dadanya melalui satu kancing kemeja yang sengaja terbuka.

"Ravien." Alih-alih berhenti, Ravien justru mempercepat langkah.

"Rav, tunggu!" teriak Monica sambil berlari mensejajarkan langkah.

Duh, ini kenapa si Jenglot masih mgikutin.

Mendengkus sebal, Ravien mengayuh langkah lebih cepat dari sebelumnya. Cowok itu menghiraukan tanya besar di benak setiap orang yang berlalu-lalang. Tapi, peduli amat. Sekarang, ia tengah berada di situasi genting.

Brakk

Karena kecepatan berlarinya tersebut, tanpa sengaja, Ravien menabrak seseorang dari arah berlawanan. Tubuhnya tiba-tiba oleng. Pelipisnya terbentur pelipis sosok tersebut, lumayan keras sampai berhasil membuatnya meringis. Hingga akhirnya mereka berdua terjerembab di lantai berdua dengan posisi berhadap-hadapan. Sangat dekat. Saking dekatnya Ravien bisa mencium bau shampo aloevera yang menguar dari rambut hitam legam itu.

Satu detik.

Dua detik.

Iris coklat madu Ravien beradu dengan mata jernih seseorang di balik bingkai kacamata tersebut. Tatapan mereka saling bertemu.   Bertautan dalam waktu lumayan lama. Ia tersihir dengan mata jernih di balik kacamata tebal itu

Butuh waktu beberapa detik bagi keduanya untuk sadar posisi mereka sedang 'nggak banget'.

Cewek yang ia tabrak menjadi orang pertama yang sadar situasi. Ia pun segera membuang pandangan ke mana saja. Asalkan, tidak pada pemilik mata hazel.

"Ih, kalo jalan pake mata, dong!" Ravien tahu---dan sangat sadar---dirinya memang tidak tahu diri. Sudah menabrak orang, bukannya minta maaf, eh, justru marah-marah. Cowok itu dengan cepat bangkit dari posisinya. Raut wajahnya berubah mengeras.

Eflata Rania Afly---begitulah name tag yang terjahit pada kemeja gadis yang terjerembab bersamanya barusan---cewek itu menunduk dalam-dalam, menelan umpatan. Nyaris saja nama hewan di kebun binatang ia sebut.

"Mata lo di mana sih!? Minus lo nambah, ya?" Sungguh, Ravien tidak bermaksud. Ia hanya salah tingkah, serta menaati peraturan tak tertulis kedua (agar kamuflasenya berhasil):

Missqueen selalu salah dan Borju selalu benar.

"Maaf." Eflata kembali menunduk, lalu memunguti barang-barangnya yang terjatuh.

"Maaf-maaf! Enak aja lo! Kening gue---" Perkataan Ravien tiba-tiba menggantung di udara. Kedua matanya membulat menatap salah satu benda yang terjatuh setelah ia menabrak Eflata. Benda itu. Dua foto seseorang yang memakai seragam SMA Nusantara.

Akan tetapi, menjadi murid baru membuatnya kesusahan mengetahui identitas seseorang di jepretan di foto tersebut.

"Itu foto siapa?" tanyanya seraya memicingkan mata.

Eflata jadi gelagapan sendiri. Cewek itu menggeleng kuat-kuat seraya berlalu dari sana. "Bukan siapa-siapa."

Ravien mengangkat sebelah alisnya. Merasa janggal.

Haruskah ia percaya?

Investigasi Jeng MinceunTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang