2. The Slave.

25.9K 550 5
                                    

"Saya terima nikahnya Sabella Xaviera binti Unio Xavire. Di bayar tunai !"

"Sah semuanya ?"

"SAH !"

Tepuk tangan menggema di ruangan luas berfonitur dominan putih. Di tengah ruangan sepasang kekasih yang telah sah menjadi suami-istri tersenyum gembira, di hadapannya penghulu yang menuntun mereka menghadapi ijab qabul tersenyum samar.

Mempelai laki-laki mencium dahi gadisnya yang di susul kecupan lamat di tangan kanannya. Ia tersenyum sambil mengusap puncak kepala 'istrinya'.

Di sekeliling mereka beberapa orang menatap mereka haru, namun padangangan beberapa orang tak luput dari ketidak sukaan. Mereka melirik tak suka, bahkan ada yang tak melirik sedikit pun dengan wajah yang sombong.

Pengantin saling bertukar cincin, lalu lagi-lagi mempelai pria mencium lamat dahi istrinya.

"Terimakasih kamu sudah sudi menikahi ku." Ucap sang pria lirih. Gadis di depannya mengangguk, lalu mengenggam erat jemari besar suaminya yang telah di hiasi cincin perak berpermata biru saphire.

Ia menatap lamat-lamat jemari itu, jemari yang sudah berkali-kali 'bermain' di dirinya.

Ia tersenyum kecut.

Tak menyangka masa depannya begitu rumit, tak menyangka jika ia akhirnya menikah dengan pria yang bertaut umur jelas-jelas berpuluh-puluh tahun darinya. Tak menyangka jika ia akan menyandang status 'selir'.

Pria di hadapannya menarik dagunya keatas, gadis itu mendongak lalu menyadari ruangan hanya meninggalkan mereka berdua.

"Kamu nyesal ?" Tanya sang pria. Gadis yang bernama Sabella itu menggeleng.

Ini nasibnya. Ini jalan hidupnya.

Ia kembali menunduk. Menainkan cincin berlian biru saphire yang memang ia inginkan di hari pernikahanannya.

Ia bahagia ? Tentu.

Pernikahan ini bukan paksaan. Ia menginginkannya. Bahkan saat sang pria terlihat ragu-ragu, ia masih kuat memaksakan bahwa pernikahan ini harus terlaksana karna ia sudah 'tertandai' milik pria ini.

Sabella dengan tegas berkata di sela-sela pillowtalk yang menenangkan. Ia menegaskan bahwa ia akan menikahi pria yang jelas-jelas sudah 'merusaknya'. Pria itu menghela nafas gusar. Sabella menangis, meronta-ronta sambil berkata bahwa ia akan bunuh diri jika pernikahan mereka hanya fana.

Jelas pria itu lalu mengucapkan janjinya, dengan satu nafas ia berkata "iya Sabella, aku akan menikahi mu. Kita akan jadi suami istri !"

Sabella sontak berhenti menangis saat itu, ia menarik tangan pria itu menautkan jari kelingking mereka.

Pria ini tentu sudah memiliki istri, bahkan ia memiliki dua orang anak. Satu dari mereka sudah dewasa, satunya lagi masih SD.

Pria ini tentu kaya raya, ia aktif di dunia politik dan perbisnisan. Ia pejabat tinggi yang disegani, pernah menjadi wali kota bahkan pernah menjadi calon pemimpin negri— walaupun akhirnya terkalahkan.

Ia dikenal sebagai orang yang ramah, baik, dan terhormat di negri ini. Tutur katanya yang sopan dan baik membuat ia mudah sekali di ingat bahkan di hormati.

Namun, setiap perkara baik pasti ada perkara buruk yang tersembunyi.

Pria ini nyatanya bermain api di belakang keluarganya.

Satu tahun yang lalu ia melakukan kunjungan menuju pedesaan yang menjual tanah berhektar-hektar luasnya. Bukan tanpa tujuan ia datang sendiri, ia bermodalkan totalitas. Agar warga selalu beranggapan bahwa ia memang orang yang harus di segani dan di anut yang nanti hal tersebut akan berdampak pada kedudukannya kelak.

The Last Psycho's SlaveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang