30. The Epilogue.

6.6K 385 41
                                    


5 tahun kemudian.

"Ding... ding... ding... penumpang yang kami hormati dalam beberapa menit kita akan tiba di stasiun Metro. Harap periksa barang bawaan anda, kehilangan atau ketinggalan bukan menjadi tanggung jawab kami. Kami himbau pula untuk keluar kereta dengan tertib dan aman. Terimakasih."

Sabella menarik nafas dalam, kereta saat ini sangat padat mengingat sekarang waktu pulang kerja. Pandangannya tak bisa menangkap lebih banyak orang karna sekarang ia bahkan diapit oleh dua orang pria dengan badan besar dan bau keringat. Ia tidak keberatan, mengingat ia juga punya bau yang sama dan ia yakin sekarang bagian belakang kemejanya basah.

Ia terpaksa berdiri dan tak memegang apa-apa karna ia harus menawarkan tempat duduk sebelumnya untuk wanita hamil yang umurnya lebih tua darinya. Untungnya, ia berada di depan pintu kereta, ia bisa menyandar walaupun kadang oleng juga.

Kereta melambat, Sabella dapat melihat orang-orang berdiri menunggu dengan wajah lelah dan tampilan kusut— dan beberapa pelajar SMA. Apa yang mereka lakukan hingga pulang larut dengan seragam yang masih melekat ?

Pintu kereta terbuka, begitu melangkahkan kaki, Sabella mendengar dering ponselnya. Ia mencoba memisahkan diri dari gerombolan orang yang tergesa-gesa untuk pulang sambil merogoh tasnya karna ia harus mengangkat telpon.

'Ayah' ia tersenyum ketika melihat nama penelfon.

"halo dengan siapa disana ?" ucap Sabella dengan nada yang sedikit dibuat-buat.

'MAMA !!!' senyum Sabella otomatis merekah.

"halo, dengan siapa ?" ulang Sabella lagi.

'AXELL !!!' suara anak laki-laki di ujung telfon itu membuat seorang wanita yang berjalan disamping Sabella menoleh.

Sabella terkekeh, "bapak Axell, kenapa bapak belum tidur ?"

'mama aku mau donat...' ucapnya dengan nada sedikit pelan

"hng ? donat ?"

'iya, yang ada coklatnya... please...'

Sabella lagi-lagi terkekeh, "coklat ?" ulang Sabella membeo.

'aku janji besok aku bangun pagi... please mama...'

"mmm... baik bapak Axell, besok pagi donatnya siap untuk dibawa kesekolah."

'YEAAYYY !! I LOVE YOU MAMA !!'

"I love you more Axell." Sebelum telfon ditutup Sabella mendengar suara kecupan. Sabella tak bisa berhenti tersenyum. Axell pembawa kebahagian baginya.

Sabella melangkahkan kakinya menaiki eskalator, di atas sana dunia menunggunya. Dirumah sana, Axell dan ayah menunggunya. Tapi Sabella tak yakin jika satu orang yang ada dipikirannya kini juga menunggunya, karna ia sudah meninggalkan Sabella— meninggalkan ia artikan sebagai tak akan menunggu lagi.

Lima tahun lalu, ia ingat persis rasanya. Ditinggalkan secara tiba-tiba, tanpa pamit, tanpa peluk, tanpa cium.

Setelah kejadian mencengkam di halaman belakang, ia tak sadarkan diri. Dibawa kerumah sakit, lalu bangun dan menangis meraung-raung seperti orang gila. Polisi mencoba menenangkannya, ia diberi suntikan penenang berkali-kali. lalu kembali tidur dan bangun meraung dengan suara yang serak.

'sisa tulang di mesin kremasi di konfirmasi sebagai sisa tulang Daniel Decan'

Itulah hal terakhir yang ia baca di televisi sebelum ia melakukan aksi percobaan bunuh diri. Ia ingat ia melepas tabung oksigen dan infusnya dengan alasan ingin mati seperti apa yang dilakukan Decan. Menyakiti diri sendiri. Sabella berlari dengan badan yang lemah dan mulai kehabisan oksigen menuju rooftop.

The Last Psycho's SlaveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang