8. The Slave : she needs her king.

13K 460 11
                                    

Comment for next part
Vote for next part
Mature content ! (17+)
Adegan pembunuhan & adegan dewasa.

***

Sabella mengerjapkan matanya, sedikit terheran begitu menyadari tidak sinar matahari yang kuat menerjang penglihatannya melainkan hanya cahaya remang-remang dari lampu oranye hangat dari lampu tidur.

Ia mengangkat tangannya, hendak menyentuh keningnya karna kepalanya masih terasa pening. Tapi ia mendapati hal lain, tangannya tersambung dengan selang. Ia mengikuti arah selang yang menjulang ke atas, berasal dari kantong darah yang di gantung di sampingnya.

Ah, dia tidak sadar sudah di periksa sebelumnya.

Ia bangun, bersandar di kepala kasur dan menyadari Adam— suaminya tengah tertidur di sofa dengan laptop di pangkuannya.

Ia tak ingin turun dari tempat tidur dan menghampiri laki-laki itu. Memindahkan laptop, lalu memberinya selimut. Sekali lagi, ia tidak akan melakukan itu untuk sekarang, ia masih sakit hati.

Ia menghela nafas. Melirik jam dinding, sudah pukul 4.49 pagi.

Perutnya berbunyi, ia lapar, ia belum makan dari kemarin.

Ia lalu turun dari tempat tidur sambil membawa kantong darah yang tersambung dengan infusnya.

Baru saja Sabella membuka pintu tiba-tiba seseorang memeluknya dari belakang. Seseorang itu menenggelamkan kepalanya di leher Sabella, tangannya memeluk erat perut Sabella, hembusan nafasnya yang hangat menerpa kulit leher Sabella.

"Maafin aku Sabella, aku cinta sama kamu."

Sabella tak bergeming. Matanya menatap kosong lurus ke depan. Tenggorokannya tercekat, tiba-tiba ia merasakan dorongan untuk menangis dan meraung-raung di pelukan laki-laki yang tengah memeluknya kali ini. Ia ingin memukul laki-laki brengsek dibelakangnya ini. Tapi ia tak bisa, ia tak punya tenaga dan sangat mencintai laki-laki ini.

Sabella menelan salivanya payah, ia menyentuh tangan Adam. Berusaha melepaskan tangan itu dari perutnya. Tapi Adam semakin mempererat pelukannya, ia mencium kulit leher Sabella.

"Maafin aku... aku mohon..." suara Adam parau. Seperti sedang menahan diri untuk menangis. Sabella menahan gemuruh di dadanya. Adam brengsek, ia tengah meruntuhkan kekuatan Sabella untuk tetap membencinya.

"Sabella, aku mencintai mu. Aku sangat sangat mencintai mu." Ia mencium leher Sabella lagi dan lagi.

"Bajingan..." ucap Sabella lirih.

Setelah mengucapkan makian, Sabella merasakan lehernya basah. Ia cukup kaget. Tidak mungkin Adam menangis. Ia bukan orang yang seperti itu.

Sabella mencoba menepis fakta bahwa Adam menangis. Ia tidak ingin luluh lalu memaafkan Adam. Adam tidak pantas dimaafkan setelah apa yang ia lakukan. Tapi lehernya semakin basah, suara isakan Adam semakin terdengar.

"Mas..." Sabella berbalik, ia mendapati Adam tengah menangis. Air matanya meleleh di pipinya.

Pertahanan Sabella sudah hancur. Ia tidak bisa melihat Adam menangis.

Sabella lalu memeluk Adam, menenggelamkan kepalanya di dada Adam. Membiarkan kepala Adam kembali menyelusup di lehernya.

"Aku maafin kamu mas, tolong jangan nangis seperti ini." Sabella memeluk Adam kuat. Ia mencintai pria ini. Sangat.

Adam mengangkat kepalanya, menyatukan dahinya dengan Sabella lalu mencium bibir Sabella pelan dan lembut. Sabella dapat merasakan asin dari air mata Adam di mulutnya.

The Last Psycho's SlaveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang