Tu

1.1K 148 111
                                    

Di atas genteng ada cakwe, makin ganteng aja gue.

Gue lagi nyisir rambut ikal kebanggaan gue sambil ngunyah permen kayu.

Eh, permen karet maksudnya.

Gue geleng-geleng kepala lalu berdecak kagum ke arah cermin di hadapan gue ini. "Beli rokok di bu Asih, kok gue makin ganteng sih."

Pas lagi asik muji diri sendiri, tiba-tiba ponsel gue berdering menandakan ada panggilan masuk. Tanpa lihat nama, gue langsung angkat.

"Yes, babe." Sapa gue berusaha seramah mungkin.

"Sayang, aku laper. Makan, yuk." Kata cewek di seberang telepon dengan manja. Gue mah senyum-senyum cool aja.

"Oke, babe. Apa sih yang nggak buat Laras." Jawab gue ngegombal.

"Hah? Laras?! Aku ini Tasya, bukan Laras. Siapa Laras?! Oh, kamu main belakang dari aku, ya?!"

Anjir. Suaranya udah kayak tikus kejepit aja. Gue pun liat nama di layar ponsel gue. Dan benar, yang nelpon ternyata si Tasya, bukan Laras. Gue meringis tak berdosa.

Eh tapi, Si Laras teh yang mana, nyak?

Gue deketin ponsel gue ke kuping gue dengan waspada. Dan, benar. Si Tasya masih ngedumel nggak jelas.

"Heri! Lo dengerin gue nggak, sih?! Lo mainin gue selama ini? Iya?! Gue sumpahin-"

"Maaf, nomor yang Anda tuju sedang bertaubat, silakan hubungi kembali setelah Anda mati." Potong gue cepat. Sadis? Lah, dia lebih sadis. Pake nyumpah-nyumpahin segala.

"Kita putus!" Si Tasya berteriak kesal lalu mematikan sambungan.

Gue bergidik ngeri ngelihat ponsel gue. Lalu gue mengambil buku kecil di atas nakas. Gue buka buku itu yang berisi deretan nama-nama mantan gue. Gue pun mencatat nama Tasya di deretan paling akhir.

Gue menghela nafas. "Mantan gue nambah, kan. Jadi 134 sekarang."

Lalu gue buka di beberapa halaman berikutnya yang berisi nama-nama cewek gue sekarang. Gue coret nama Tasya yang ada di nomor 39. Dan total cewek gue sekarang adalah 41.

"Ohh, si Laras teh anaknya pak Bambang yang jualan ketoprak." Gumam gue saat liat nama Laras dan data dirinya.

Jangan tanya kenapa cewek gue bisa banyak. Karena gue akan jawab, karena ganteng itu bebas. Mungkin karena gue terlalu ganteng juga.

"Kibo!" Panggil kakak gue seiring dengan kepalanya yang nyembul di balik pintu. Kok, seram? Kepalanya doang, badannya kagak.

Gue berdecak nggak suka. "Panggil gue Harry. Jugaan gue nggak kribo."

Benar, kan? Rambut kebanggaan gue ini cuma nggak lurus aja a.k.a keriting.

"Bodoamat gue mah!" Cibirnya sambil muterin kedua bola matanya. Nah, gue doain nggak bisa balik tuh mata.

"Ada apa, Teh Gemma?" tanya gue malas sambil menekan kata 'Teh'.

"Berani lo manggil gue teteh, gue cakar lo!" Ancamnya.

Ya Lord. Kayaknya hari ini hari sensinya perempuan sedunia. Pada galak amat.

"Yaudah, mbak." Kata gue.

"Awas ya lo, kibo!" geramnya.

Yes, kayaknya dia ngalah sama gue.

"Sekarang lo ditunggu Mamah di bawah, noh." Ketusnya lalu nutup pintu dengan sangat amat keras banget.

Our RamadhanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang