Faiv

867 110 72
                                    

"Kalian mau minum apa? Kopi atau teh?" tawar gue setelah nyuruh mereka semua jongkok di ruang depan. Nggak deng, boong.

"Kagak usah repot-repot, Jen, es jeruk aja," sahut Liam sambil nyengir. Baik hati sekali kamu, nak.

"Nggak usah sungkan-sungkan gitu elah, gue ambilin air aqua aja," balas gue lalu pergi ke dapur.

Ternyata bukan aqua, tapi cleo. Apapun namanya, yang penting sama-sama bening. Nggak sampai 2 menit, akhirnya gue kembali dengan membawa 5 gelas berisi air bening. Mereka lagi asik cerita sambil ketawa-ketiwi. Ih, kok gue nggak ditungguin.

"Gue inget, gue inget! Waktu si Calum mau pipis di pohon depan sekolah, si Lou diem-diem gerak-gerakin semak-semak sampe Calum ketakutan. Saking ketakutannya resleting celananya sampe nyangkut, terus akhirnya dia nggak masuk seminggu," jelas Harry lalu disambung sama ketawa keras dari kita semua.

"Anjir, pantes aja dia telat sunat," celetuk Niall sambil ketawa. Gue sebenarnya nggak tau soal itu dan sebenarnya nggak begitu lucu, tapi karena Niall ngakak tersedu-sedu sampai guling ke belakang, gue jadi ikutan ngakak.

Ternyata cuman buat ketawa itu gampang, guys, cukup liat temen lo yang ketawanya paling keras dan nggak berhenti-berhenti.

"Eh, Her, lo dulu demen banget main masak-masakan, kan?" tanya Liam di sisa-sisa ketawanya.

Harry tiba-tiba merengut. Yah, bibir lo seksi juga lho, Her. "Nggak usah dibahas, plis," sungutnya.

"Bener banget! Dulu lo sering main sama anak cewek, siapa itu namanya? Duh, kok gue lupa," kata gue sambil berusaha nginget-nginget siapa nama anak cewek yang sering bikinin Harry kue dari tepung pasir.

"Itu artinya lo nggak inget, Jen," ucap Harry malas. Gue tau ini bocah berusaha ngalihin topik.

"Emang lo inget?" tanya gue balik.

Dia nyengir lebar. "Kagak."

"Eh, gue inget waktu Heri lagi sok-sokan eksperimen campurin pop mie sama permen yupi tapi tetep dimakan sama Nayel," jelas Liam.

Akhirnya kita semua ngakak lagi. Tapi si Niall ketawanya nggak sekeras tadi. Ya, maklum lah, untuk menertawakan diri sendiri tak semudah menghujat orang lain.

Hampir satu jam kita habisin cuman buat ngenang masa-masa di mana gue sangu 500 rupiah udah dapat jajan serenteng.

"Eh, btw, kalian bertiga tidur di mana selama ini?" tanya gue sambil mainin jambul kelas dunia gue.

"Baru aja kita balik tadi pagi, Jen," jawab Liam lesu.

"Kita, kan, merantau ke perpadangan," sambung Niall.

"Perpadangan?" tanya gue sama Harry barengan karena nggak mudeng.

Kali ini si Lou yang ngangguk. "Gue di padang pasir, Liam di padang salju, Niall di padang rumput," jelasnya. Niall dan Liam cuman manggut-manggut.

"Wait, lo berdua pada idup susah di padang pasir sama salju. Lah lo Yel, nyaman banget idup lo di padang rumput," sanggah Harry. Hidungnya kembang-kempis karena masih agak nggak ngerti.

"Yee, di padang rumput juga gue idup susah kali. Makan aja harus bagi tiga sama Micow." Niall membela diri.

"Micow?" tanya gue sama Harry barengan lagi.

"Sapi musuh bebuyutannya si Nayel," sahut Liam dan Lou kompak.

"Kasian Micow, gara-gara dia sapi dia jadi kesapian," kelakar Niall sok lembek.

"Kesepian, bego!" umpat Harry kesal. Gue cuma lagi ngambil aba-aba buat ngempesin bocah pirang ini.

"Nah, kan kalian udah pada balik ke sini, terus kalian bakal tinggal di mana?" tanya gue akhirnya.

Our RamadhanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang